Jumat, 10 April 2015

Laporan Bacaan



LAPORAN BACAAN
OLEH : ANNISA RAMADHANI FIANIRAY

IDENTITAS BUKU

Judul Buku                  : Tata Baku Bahasa Indonesia
Pengarang                   : Hasan Alwi, Soejono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, Anton M. Moeliono
Penerbit                       : Balai Pustaka
Tahun Terbit                : 2003
Cetakan                       : Edisi Ketiga
Kota Terbit                  : Jakarta
Lembaga Penerbit       : Pusat Bahasa dan Balai Pustaka
Tebal Buku                  : 486 halaman

I.     PENDAHULUAN

Buku yang dilaporkan adalah buku yang berjudul Tata Baku Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Hasan Alwi, Soejono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa dan Anton M. Moeliono Buku ini diterbitkan pada 2003 dan dicetak di Jakarta dengan tebal 486 halaman.
Materi dalam buku ini disajikan dalam beberapa bab, Adapun cakupan materi secara umum yang dibentangkan dalam buku ini adalah aturan menggunakan tata bahasa baku bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

II. LAPORAN BAGIAN BUKU
Buku Tata Baku Bahasa Indonesia yang disusun oleh Hasan Alwi, Soejono Dardjo Widjojo dan Anton M. Moeliono menyajikan materi sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
1.1 KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
            Sebagai bahasa perantara orang yang latar budayanya berbeda, bahasa kebangsaan, dan sebagai sarana ilmu.

1.2 RAGAM BAHASA
Pada sub bab ini di jelaskan tentang ragam bahasa menurut golongan  penutur bahasa dan ragam meburut jenis pemakaian bahasa dan juga ragam yang di tinjau dari sudut pandang penutur dapan diperinci menurut patokan daerah, pendidikan dan sikap penutur.

1.3 CIRI SITUASI DIAGLOSIA
Situasi diaglosia mengutamakan studi gramatikal tentang ragam yang tinggi.

1.4 PEMBAKUAN BAHASA
Pembakuan bahasa Indonesia berhubungan dengan norma bahasa dan jenis fungsi kemasyarakatan (sesuai konteks permasalahan).

1.5 BAHASA BAKU
Bahasa baku merupakan proses penyeragaman kaidah bukan penyamaan ragam bahasa atau penyeragaman variasi bahasa

1.6 FUNGSI BAHASA BAKU
Sebagai pemersatu, pemberi kekhasan, pembawa kewibawaan dan sebagai kerangka acuan.

1.7 BAHASA YANG BAIK DAN BENAR
Bahasa yang benar adalah pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang di bakukan atau yang dianggap baku. Bahasa yang baik adalah pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa.

1.8 HUBUNGAN BAHASA INDONESIA DENGAN BAHASA DAERAH DAN BAHASA ASING
Jika bahasa asing digunakan sebagai bahasa pemersatu antar bangsa, maka bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pemersatu antar daerah di Indonesia.

BAB II. BEBERAPA PENGERTIAN DASAR
2.1 PENDAHULUAN
Bab II ini membahas beberapa pengertian dan istilah yang dianggap perlu untuk di petik dan disajikan sehingga bab-bab selanjutnya dapat lebih mudah di ikuti.
2.2 BEBERAPA PENGERTIAN DIPELBAGAI BAGIAN
2.2.1 Beberapa Pengertian Mengenai Tata Bunyi
2.2.1.1 Fonem, Alofon, Dan Grafem
Fonem adalah bunyi bahasa yang minimal yang membedakan bentuk dan makna kata. Alofan adalah variasi suatu fonem yang tidak membedakan arti kata. Grafem adalah yang membicarakan tentang huruf.
2.2.1.2 Gugus Dan Diftong
Gugus adalah gabungan dua konsonan atau lebih yang termasuk dalam satu suku kata yang sama. Diftong merupakan gabungan bunyi dalam satu suku kata,tetapi yang digabungkan adalah vocal dengan w atau y
2.2.1.3 Fonotaktik
Fonotaktik adalah kaidah yang mengatur penjejeran fonem dalam satu morfem
2.2.2 Beberapa Pengertian Mengenai Pembentukan Kata


2.2.2.1 Morfem, Alomorf, dan Kata Dasar
Morfem adalah kata dasar yang diberi/tidak diberi imbuhan. Alomorf adalah anggota satu morfem yang wujudnya berbeda tetapi mempunyai fungsi yang sama. Kata dasar adalah kata tunggal yang belum di beri imbuhan
2.2.2.2 Analogi
Analogi adalah kesamaan pola dalam pembentukan kata.
2.2.2.3 Proses Morfofonemik
Proses morfofonemik adalah proses perubahan bentuk yang di isyaratkan oleh jenis fonem atau morfem yang di gabungkan.
2.2.2.4 Afiks, Prefiks, Sufiks, Infiks, Dan Konfiks
Afiks (imbuhan)  adalah bentuk atau morfem terikat yang dipakai unuk menurunkan kata. Prefiks (awalan) adalah afiks yang di tempatkan di bagian muka suatu kata dasar. Surfiks (akhiran) yaitu apabila morfem terikat digunakan  dibagian belakang kata. Infiks adalah afiks yang di selipkan di tengah kata dasar. Konfiks adalah gabungan prefiks dan surfiks yang membentuk suatu kesatuan
2.2.2.5 Afiks Homofon
Afiks homofon adalah afiks yang wujud atau bunyinya sama tetapi merupakan dua morfem, atau lebih yang berbeda.
2.2.2.6 Verba Transitif Dan Taktransitif
Verba transitif menyatakan peristiwa yang melibatkan dua maujud atu entitas yang dapat menjadi titik tolak untuk memberikan peristiwa itu baik dengan menggunakan verba aktif maupun verba pasif
Verba taktransitif adalah verba yang tidak dapat diikuti objek.

2.2.2.7 Keanggotaan Ganda
Terdapatnya kata dalam dua kelas kata yang berbeda
2.3 BEBERAPA PENGERTIAN MENGENAI KALIMAT
2.3.1 Kategori Sintaksis
Sintaksis adalah kelas kata terdiri dari verbal
2.3.2 Fungsi Sintaksis
Fungsi sintaksis utama dalam bahasa adalah predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan, dan juga sebagai atributif, koordinatif, subordinatif.
2.3.3 Peran Semantis
Peran semantis adalah sebagai pelaku dan pengalam
2.3.4 Macam Ragam Kalimat
Ditinjau dari jumlah klausanya terdapat kalimat tunggal, kalimat majemuk, dari segi kelengkapan terdiri dari kalimat lengkap dan tak lengkap, dari segi urutan subjek dan predikatnya terdapat kalimat inverse
2.4 BEBERAPA PENGERTIAN WACANA
Wacanaadalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat itu
2.4.1 Kohesi Dan Koherensi
Kohesi dan koherensi adalah dua unsure yang menyebabkan sekelompok kalimat membentuk kesatuan makna
2.4.2 Deiksis
Deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau kontruksi yang hanya dapat di tafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan
2.4.3 Anafora Dan Katafora
Anaphora adalah peranti dalam bahasa untuk membuat rujuk silang dengan hal atau kata yang telah dinyatakan sebelumnya. Katafora adalah kebalikan dari anaphora
2.4.4 Pengacuan Atau Referensi
Referensi ialah hubungan antara satuan bahasa yang meliputi benda atua hal yang terdapat di dunia yang di acu oleh satuan bahasa itu.
2.4.5 Konstruksi Endosentrik Dan Eksosentrik
Konstruksi endosentrik  adalah frasa yang salah satu konstituennya dapat di anggap yang paling penting. Konstruksi eksosentrik adalah frasa yang tidak mempunyai konstituen inti karna tidak ada konstituen yang mewakili seluruh konstruksi

BAB III. BUNYI BAHASA DAN TATA BUNYI
3.1 BEBERAPA PENGERTIAN YENTANG BUNYI BAHASA
   Bunyi adalah getaran yang masuk kedalam telinga.
3.1.1 Bunyi Yang Dihasilkan Oleh Alat Ucap Manusia
   Dalam pembentukan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia terdapat tiga factor utama yang terlibat yaitu sumber tenaga, alat ucap yang menimbulkan getaran dan rongga pengubah getaran.
3.1.2 Vokal Dan Konsonan
Vocal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan, sedangkan konsonan adalah kebalikannya.
3.1.3 Diftong
Diftong adalah vocal yang berubah kualitasnya pada saat pengucapannya.
3.1.4 Gugus Konsonan
Gugus konsonan adalah deratan dua konsonan atau lebih yang tergolong dala dua suku kata yang sama.
3.1.5 Fonem Dan Grafem
Fonem adalah satuan bahasa terkecil berupa bunyi yang membedakan bentuk dan makna kata.
Grafem adalah gabungan huruf sebagai satuan pelambang fonem dalam system ejaan.
3.1.6 Fonem Segmental Dan Suprasegmental
Fonem segmental adalah fonem yang berwujud bunyi. Suprasegmental terdiri dari tekanan, panjang bunyi dan nada.
3.1.7 Suku Kata
Suku kata adalah bagian kata yang diucapkan dalamsatu hembusan napas dan umumnya terdiri dari beberapa fonem.
3.2 BUNYI BAHASA DAN TATA BUNYI BAHASA INDONESIA
   Bahasa Indonesia mengikuti kaidah kebahasaan pada umumnya. Namun, kaidah bahasa yang satu dengan lainnya berbeda.
3.2.1 Vokal Dalam Bahasa Indonesia
Vocal dalam bahasa Indonesia dipengaruhi oleh bentuk bibir dan lidah
3.2.1.1 Alofon Vocal
Alofon vocal adalah variasi pada tiap vocal.
3.2.1.2 Diftong
Terdapat tiga diftong dalam bahasa Indonesia, yakni /ay/, /aw/, dan /oy/ yang bersifat fonemis.
3.2.1.3 Cara Penulisan Vocal Bahasa Indonesia
Penulisan vocal dalam bahasa Indonesia ada yang sesuai dengan cara pengucapannya dan ada yang tidak.
3.2.2 Konsonan Dalam Bahasa Indonesia
Konsonan dalam bahsa Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan tiga factor yaitu keadaan pita suara, daerah artikulasi dan cara artikulasinya.
3.2.2.1 Alofon Konsonan
Alofon konsonan adalah variasi pengucapan konsonan dalam sebuah kata.
3.2.2.2 Struktur Suku Kata, Kata Dan Gugus Konsonan
Suku kata adalah gabungan beberapa huruf. Kata adalah gabungan beberapa suku kata. Gugus konsonan adalah deratan dua konsonan.
3.2.2.3 Pemenggalan Kata
Pemenggalan kata behubungan dengan kata sebagai satuan tulisan.
3.2.3 Ciri Suprasegmental Dalam Bahasa Indonesia
            Cirri suprasegmental dalm bahasa Indonesia adalah tekanan, panjang bunyi dan nada.
3.2.3.1 Peranan Cirri Suprasegmental
 Peranan cirri suprasegmental dalm bahasa Indonesia sangat penting karena apabila penggunaan salah satu cirri tersebut akan mengubah makna kata atau kalimat.
3.2.3.2 Intonasi Dan Ritme
            Ritme membahas tentang pola pemberian aksen pada kata dalam untaian kalimat. Intonasi merupakan urutan pengubahan nada dalam untaian tuturan yang ada dalam suatu bahasa.
      
     
BAB IV. VERBA
4.1 BATASAN DAN CIRI VERBA
Verba dapat diketahui dengan mengamati perilaku semantic, perilaku sintaktis dan bentuk morfologinya.
Cirri-ciri verba diantaranya berfungsi sebagai predikat, mengandung makna inheren perbuatan dan laian-lain.
4.2 VERBA DARI SEGI PRILAKU SEMANTISNYA
4.3 VERBA DARI SEGI PRILAKU SINTAKTISNYA
Dari segi perilaku sintaktisnya verba berkaitan erat dengan makna dan sifat ketransitifannya.
4.3.1 Pengertian Ketransitifan
Ketransitifan adalah adanya nomina dibelakang verba yang berfungsi sebagai objek dalam kalimat aktif dan kemungkinan objek itu berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif
4.3.1.1 Verba Transitif
Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.
4.3.1.1.1 Verba Ekatransitif
verba ekatransitif adalah verba transitif yang diikuti oleh satu objek
4.3.1.1.2 Verba Dwitransitif
verba dwitransitif adalah verba yang dalam kalimat aktif dapat diikuti oleh dua nomina, sebagai objek dan pelengkap.

4.3.1.1.3 Verba Semitransitif
verba semitransitif adalah verba yang objeknyaboleh ada dan boleh juga tidak.
4.3.1.2 Verba Taktransitif
            Verba taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina dibelakangnya (subjek dalam kalimat pasif)
4.3.1.3 Verba Berpreposisi
Verba berpreposisi ialah verba taktransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu.

4.4 VERBA DARI SEGI BENTUKNYA
4.4.1 Verba Asal
Verba asal adalah verba yang berdiri sendiri tanpa afiks. Makna leksikla adalah makna yang melekat pada kata , telah dapat pula diketahui dari verba tersebut.
4.4.2 Verba Turunan
Verba turunan adalah verba yang dibentuk melalui transposisi, pengafiksan, reduplikasi (pengulanagan) atau pemajemukan (pemaduan). Transposisi adalah suatu proses penurunan kata yang memperlihatka peralihan suatu kata dari katagori sintaksis yang satu katagori  yang ain tampa mengubah bentuknya.
4.4.2.1 Proses Penurunan Verba
Terdpat empat macam imbuhan yang dipakai untuk menurunkan verba:prefiks, sufiks, konfiks, infiks.
4.4.2.2 Penggabungan Prefix Dan Sufiks
Tidak semua prefiks dapat digabungkan dengan surfiks.

4.4.2.3 Urutan Afiks
Urutan afiks : (meng- ,di-, ter-) + (-kan, -i)
                        (meng-, di-) + (per-)
                        (meng-, di-) + ( per-) + (-kan, -i)
                        (meng-, di-, ter-) + (ber-) + (-kan)
                        (ke-) + (-an, -i)
4.4.2.4 Morfofonemik
Morfofonemik adalah proses perubahan suatu fonem yang mendahuluinya
4.4.2.4.1 Morfofonemik Prefix Meng-
Terdapat delapan kaidah morfofonemik untuk prefks meng- . kaidah morfofonemik 1-5 tidak berlaku untuk dasar yang besuku satu, yang dicakup pada kaidah 6 . Kaidah 7 belaku untuk sejumlah dasar asing dan kaidah 8 memberikan pola reduplikasi yang berprefiks meng-.
4.4.2.4.2 Morfofonemik Prefix Per-
Terdapa tiga kaidah morfofonemik pada perfiks per- : per- berubah menjadi pe-, per- berubah menjdi pel-, per- tidak mengalami perubahan.
4.4.2.4.3 Morfofonemik Prefix Ber-
Terdapat empat kaidah morfofonemik prefiks ber- : ber- berubah menjadi  be- jika ditambahkan pada dasar yang  dimulai dengan fonem /r/, ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /ar/, ber- berubah menjadi bel-, be- tidak berubah bentuknya.
4.4.2.4.4 Morfofonemik prefix ter-
Terdapat tiga kaidah morfofonemik ter- : ter- berubah menjadi te-, ter ada yang muncul dan ada pula yang tidak, dan kaidah lain yang tidak dijelaskan
4.4.2.5 Morfofonemik Prefix Di-
Digabungkan dengan kata dasar pun dan tidak mengalami perubahan bentuk.
4.4.2.6 Morfofonemik Sufiks –Kan
Serfiks –kan tidak akan berubah jika ditambahkan pada kat dasar apa pun.
4.4.2.7 Morfofonemik Sufiks –I
Surfiks i-  juga tidak mengalami perubahan jika ditambahkan kata dasar kata apa pun.
4.4.2.8 Morfofonemik Sufiks –An
Surfiks i-  juga tidak mengalami perubahan jika ditambahkan kata dasar kata apa pun
4.5 MORFOLOGI DAN SISTEMANTIK VERBA TRANSITIF
4.5.1 Penurunan Verba Transitif
Verba transitif dapat diturunkan melalui transposisi, afiksasi, dan reduplikasi.
4.5.1.1 Penurunan Melalui Transposisi
Transposisi adalah pemindahan dari satu kelas kata ke kelas kata yang lain tanpa perubahan bentuk.
4.5.1.2 Penurunan Melaui Afiksasi
Afikasasi adalah penambahan prefiks, infiks, atau surfiks pada dasar kata.
4.5.1.2.1 Penurunan Veba Transitif Dengan Meng-
4.5.1.2.2 Penurunan Verba Transitif Dengan-Kan
4.5.1.2.3 Penuruna Verba Transitif Dengan -I
4.5.1.2.4 Penurunan Verba Transitif Dengan Per- Dan –Kan/I
4.5.1.2.5 Penurunan  Verba Transitif Dengan Di- Dan Ter-
4.5.1.3 Penurunan Melaui Reduplikasi
Penurunan dengan pengulangan kata dasar.
4.6 MORFOLOGI DAN SEMANTIK VERBA TAKTRANSITIF
Verba taktransitif ada yang menggunakan prefiks dan sufiks ada yang tidak.
4.6.1 Penurunan Verba Taktransitif Dengan Afiksasi
Terdapat enam jenis afiks : meng-, ber-, ber-kan, ter-, dan ke-an
4.6.2 Penurunan Verba Taktransitif Dengan Reduplikasi
Terdapat enam macam bentuk : dasar + dasar, dasar + (prefiks + dasar), dasar + (prefiks + dasar + sufks) , (prefiks + dasar ) + dasar
4.7 VERBA MAJEMUK
Verba majemuk adalah verba ynag terbentuk melaui proses penggabungan kata.
4.7.1 Verba Majemuk Dasar
Verba majemuk dasar adalah verba majemuk yang tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang, serta dapat berdiri sendiri dalam frasa, klausa, atau kalimat.
4.7.2 Verba Majemuk Beafiks
Verba majemuk berafiks adalah verba majemuk yang mengandung afiks.
4.7.3 Verba Majemuk Berulang
Verba majemuk berulang adalah verba yang dapat direduplikasi jika kemajemukannya bertingkat dan intinya adalah bentuk verba yang dapat direduplikasi pula.

4.8 HUBUNGAN KETRANSITIFAN DENGAN AFIKSASI
a. verba yang berdiri sendri tanpa afiksasi dapat bersifat transitif dan dapat pula taktransitif
b. verba yang berprefiks meng- bersifat taktransitif
c. verba yang berprefiks meng- tanpa surfiks dapat bersifat transitif dan dapat pula taktransitif
d. semua verba yang bersurfiks –i
e. semua verba yang  bersurfiks –kan dan berprefiks meng-
f. jika bentuk [men- + dasar] membentuk verba taktransitif
g. jika bentuk {meng- + dasar ] membentuk verba ekatransitif
h. jika bentuk [meng- + dasar ] adalah verba ekatransitif

4.9 FRASA VERBAL DAN FUNGSINYA
4.9.1 Penegtian Frasa Verbal
Frasa verbal adalah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan verba sebagai intinya tetapi tidak merupakan klausa.
4.9.2 Jenis-Jenis Frasa Verbal
4.9.2.1 Frasa Endosentrik Antributif
Frasa endosentrik antributif terdiri atas inti verba dan pewatas yang ditempatkan dimuka atau dibelakang verba inti.
4.9.2.2 Frasa Endosentrik Koordinatif
Frasa koordinatif berwujud verba yang digabungkan dengan memakai kata penghubung dan atau atau.
4.9.3 Fungsi Frasa dan Frasa Verbal
Selain menududuki fungsi predikat, verba juga menduduki fungsi lain seperti subjek,objek dan keterangan(dengan perluasan berupa objek, pelengkap, dan keterangan)
4.9.3.1 Verba dan Frasa Verbal Sebagai Predikat
4.9.3.2 Verba dan Frasa Verbal Sebagai Subjek
4.9.3.3 Verba dan Frasa Veral Sebagai Objek
4.9.3.4 Verba dan Frasa Verbal Sebagai Pelengkap
4.9.3.5 Verba dan Frasa Verbal Sebagai Keterangan
4.9.3.6 Frasa yang Bersifat Atributif
Yaitu memberikan keterangan tambahan pada nomina.
4.9.3.7 Verba yang Bersifat Apositif
Yaitu sebagai keterangan yang ditambahkan atau diselipkan.
4.10 DAFTAR CONTOH DASAR VERBA DAN VERBA

BAB V. ADJEKTIVA
5.1 BATASAN DAN CIRI ADJEKTIVA
Adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat.
5.2 ADJEKTIVA DARI SEGI PERILAKU DAN SEMANTISNYA
Ciri semantik adjektiva berkaitan dengan proses pembentukan dan penurunan kata adjektiva secara morfologis serta perilaku sintaksisnya.
5.2.1 Adjektiva Bertaraf
Adjektiva Bertaraf terdiri atas adjektiva pemeri sifat, adjetiva ukuran, adjektiva warna, adjektiva waktu, adjrktiva jarak, adjektiva sikap batin, adjektiva cerapan.

5.2.1.1 Adjektiva Pemeri Sifat
Adjektiva pemeri sifat dapat memberikan kualitas dan intensitas yang bercorak fisik atau mental. Contoh: aman, bersih, cocok, dangkal, dan lain-lain
5.2.1.2 Adjektiva Ukuran
Adjektiva ukuran mengacu kepada kualitas yang dapat diukur dengan ukuran yang sifatnya kuantitatif. Contoh: berat, ringan, tinggi, dan lain-lain
5.2.1.3 Adjektiva Warna
Mengacu ke berbagai warna. Contoh: merah, kuning, hijau, dan lain-lain
5.2.1.4 Adjektiva Waktu
Adejektiva waktu mengacu ke masa proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung sebagai pewatas. Contoh: lama, segera, jarang, sering, dan lain-lain
5.2.1.5 Adjektiva Jarak
Adjektiva jarak mengacu kepada ruang antara dua benda, tempat, atau maujud sebagai pewatas nomina. Contoh: jauh, dekat, lebat, suntuk,rapat, renggang, akrab
5.2.1.6 Adjektiva Sikap Batin
Adjektiva sikap batin berkaitan dengan suasana hati atau perasaan. Contoh: bahagia, bangga, benci, dan lain-lain
5.2.1.7 Adjektiva Cerapan
Adjektiva Cerapan bertalian dengan pancaindra yakni penglihatan, pendengaran, perabaan, dan pencitraan
5.2.2 Adjektiva Tak Bertaraf
Adjektiva tak bertaraf menempatkan acuan nomina yang diwatasinya di dalam kelompok atau golngan tertentu.
5.3 ADJEKTIVA DARI SEGI PERILAKU DAN SINTAKSISNYA
5.3.1 Fungsi Atributif
Adjektiva dikatakan dipakai secara atributif jika pewatas dalam frasa nominal dan nominanya menjadi subjek, objek, atau pelengkap.
5.3.2 Fungsi Predikatif
Adjektiva yang menjalankan fungsi predikat atau pelengkap dalam klausa dikatakan di pakai secara predikatif.
5.3.3 Fungsi Adverbial atau Keterangan
Adjektiva yang mewatasi verba(atau adjektiva) yang menjadi predikat klausa dekatakan di pakai secara adverbial atau sebagai keterangan.
5.4 PERTARAFAN ADJEKTIVA
Adjektiva bertaraf dapat menunjukan berbagai tingkat kualitas atau intensitas dan berbagai tingkat bandingan.
5.4.1 Tingkat Kualitas
Ada enam tingkat kualitas atau intensitas: (1) positif, (2) intensif, (3) elatif, (4) eksesif, (5) aumentatif, dan (6) atenuatif
5.4.1.1 Tingkat Positif
Tingkat positif yang memberikan kualitas atau intensitas maujud yang diterangkan dinyatakan oleh adjektiva tanpa pewatas.
5.4.1.2 Tingkat Intensif
Tingkat intensif yang menekankan kadar kualitas atau intensitas, dinyatakan dengan memakai pewatas benar, betul, atau sungguh.

5.4.1.3 Tingkat Elatif
Tingkat elatif yang menggambarkan tingkat kualitas atau intensitas yang tinggi, dinyatakan dengan memakai pewatas amat, sangat, atau sekali.
5.4.1.4 Tingkat Eksesif
Tingkat eksesif yang mengacu kepada kadar kualitas atau intensitas yang berlebihan dinyatakan dengan memakai pewatas terlalu, terlampau, dan kelewat
5.4.1.5 Tingkat Augmentatif
Tingkat augmentatif yang menggambarkan bertambahnya tingakat kualitas atau intensitas dinyatakan dengan memakai pewatas makin….,makin…,makin….,atau semakin…
5.4.1.6 Tingkat Atenuatif  
Tingkat atenuatif yang memberikan penurunan kadar kualitas atau pelemahan intensitas dinyatakan dengan memakai pewatas agak atau sedikit
5.4.2 Tingkat Bandingan
Pada pembandingan dua maujud atau lebih tingkat kualitas atau intensitasnya dapat setara atau tidak setara.
5.4.2.1 Tingkat Ekuatif
Tingkat ekuatif mengacu kepada kadar kualitas atau intensitas yang sama atau hampir sama.
5.4.2.2 Tingkat Komparatif
Tingkat komparatif mengacu kepada kadar kualitas atau intensitas yang lebih atau kurang.
5.4.2.2.1 penominalan adjektiva komparatif
Adjektifa komparatif dapat di nominalkan menjadi subjek kalimat dengan penambahan  yang sebelumnyadiikuti frasa nominal yang dibandingkan.
5.4.2.2.2 Kebermakahan Adjektiva Komparatif
Dalam pemakaian tingkat komparatif hendaknya diperhatikan pasangan antonim seperti besar:kecil
5.4.2.3 Tingkat Superlatif
Tingkat superlative mengacu ke tingkat kualitas yang paling tinggi diantara semua acuan adjektiva yang dibandingkan. Tingkat itu dalam kalimat dinyatakan dengan pemakaian afiks ter- atau pewatas paling di muka adjektiva yang bersangkutan.
5.5 ADJEKTIVA DARI SEGI BENTUKNYA
Dari segi bentuknya adjektiva terdiri atas :
5.5.1 Adjektifa Dasar (Monofermis)
5.5.2 Adjektiva Turunan (Polifermis)
5.5.2.1 Adjektiva Bersufiks-I ,-iah, atau –wi, -wiah
Adjektiva bersufik –I, -iah, atau –wi, -wiah memiliki dasar nomina yang berasal dari bahasa Arab.
5.5.2.2 Adjektiva bersufika –if, -er, -al, -is
Adjektiva yang bersufiks  –if, -er, -al, -is setakat ini di serap dari bahasa Belanda atau bahasa Inggris di samping nomina yang bertalian makna
5.5.2.3 Adjektiva Bentuk Berulang
5.5.2.4 Adjektiva Gabungan Sinonim atau Antonim
Adjektiva yang mirip dengan bentuk berulang ialah yang merupakan hasil penggabungan sinonim atau antoni.


5.5.2.5 Adjektiva Majemuk
Adjektiva yang merupakan bentuk majemuk ada yang merupakan gabungan morfem terikat dengan morfem bebas dan ada ang merupakan gabungan dua morfem bebas (atau lebih).
5.5.2.5.1 Gabungan Morfem Terikat dan Bebas
5.5.2.5.2 Gabungan Morfem Bebas
5.6 ADJEKTIVA DAN KELAS KATA LAIN
Ada golongan adjektiva yang dihasilkan dari verba dan nomina lewat proses transposisi.
5.6.1 Adjektiva Deverbal
5.6.2 Adjektiva Denominal
5.6.2.1 Adjektiva Bentuk per(i) atau peng-
5.6.2.2 Adjektiva Bentuk ke-an dengan reduplikasi

BAB VI. ADVERBIA
6.1 BATASAN DAN CIRI ADVERBIA
Dalam tataran frasa, adverbial adalah kata yang menjelaskan veba, adjektiva, atau adverbial lain
6.2 ADVERBIA DARI SEGI BENTUKNYA
Dari segi bentuknya, dapat dibedakan adverbial tunggal dari adverbia gabungan
6.2.1 Adverbia Tunggal
Yaitu adverbial yang berupa kata dasar dan adverbial yang berupa kata afiks.
6.2.1.1 Adverbia yang berupa kata dasar
Adverbial yang berupa kata dasar hanya terdiri dari satu kata dasar.
6.2.1.2 Adverbia yang berupa kata berafiks
Adverbial yang berupa kata berafiks diperoleh dengan menambahkan gabungan afiks se-nya atau afiks –nya pada kata dasar.
6.2.1.3 Adverbia yang berupa kata ulang
Menurut bentuknya, adverbia yang berupa kata ulang dibagi menjadi pengulangan kata dasar, pengulangan kata dasar dan penambahan afiks –se, pengulangan kata dasar dan penambahan sufiks –an danpengulangan kata dasar dan penambahan gabungan afiks se-nya.
6.2.2 Adverbia Gabungan
Adverbia gabungan terdiri atas dua adverbial yang berupa kata dasar
6.3 ADVERBIA DARI SEGI PERILAKU SINTAKSISNYA
Perilaku sintaksis adverbia dapat dilihat berdasarkan posisinya terhadap kata atau bagian kalimat yang dijelaskan oleh adverbial yang bersangkutan.
6.4 ADVERBIA DARI SEGI PERILAKU SEMANTISNYA
Berdasarkan perilaku semnatisnya, dapat dibedakan delapan jenis adverbial
6.4.1 Adverbia Kualitatif
Adverbia kualitatif adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan tingkat,derajat, atau mutu
6.4.2 Adverbia Kuantitatif
Adverbia kuantitatif menggambarkan makna yang berhubungan dengan jumlah.
6.4.3 Adverbia Limitatif
Adverbia limitativ adalah adverbia yang memnggambarkan makna yang berhubungan dengan pembatasan.

6.4.4 Adverbia Frekuantitatif
Adverbia frekuantitatif adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan tingkat kekerapan terjadinya sesuatu yang diterangkan adverbia itu.
6.4.5 Adverbia Kewaktuan
Adverbia kewaktuan adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan saat terjadinya peristiwa yang diterangkan oleh adverbial itu.
6.4.6 Adverbia kecaraan
Adverbia kecaraan adalah adverbial yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan bagaimana peristiwa yang diterangkan oleh adverbia itu berlangsung.
6.4.7 Adverbia Kontarstif
Adverbial kontrastif adalah adverbial yang menggambarkan pertentangan dengan makna kata atau hal yang dinyatakan sebelumnya.
6.4.8 Adverbia Keniscayaan
Adverbia keniscayaan adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan kepastian tentang keberlangsungan atau peristiwa yang dijelaskan adverbia itu
6.5 ADVERBIA KONJUNGTIF
Adverbial konjungtif adalah adverbia yang menghubungkan suatu klausa atau kalimat dengan klausa atau kalimat yang lain
6.6 ADVERBIA PEMBUKA WACANA
Adverbial pembuka wacana pada umumnya mengawali suatu wacana
6.7 ADVERBIA DAN KELAS KATA LAIN
6.7.1 Adverbia Deverbal
Adverbia deverbal di bentuk dari dasar yang berkategori verba.
6.7.2 Adverbia deadjektival diturunkan dari adjektiva, baik melalui reduplikasi maupun afiksasi
6.7.3 Adverbia Denominal
Adverbia denominal di bentuk dari dasar yang berkategori nomina.
6.7.4 Adverbia Denumeral
Seperti halnya nomina, numeralia juga dapat membentuk adverbial
6.8 DAFTAR ADVERBIA
1. Adverbia Tunggal
a. adverbia dasar
contohnya amat, bahkan, barang, baru dan lain-lain.
b. adverbia berafiks
(1) dasar+nya
Contohnya agaknya, akhirnya dan biasanya.
(2) se + dasar + nya
            Contohnya sebaiknya, sebenarnya dan selayaknya
c. adverbial kata ulang
(1) reduplikasi dasar
Contohnya, diam-diam dan erat-erat.
(2) reduplikasi dasar + an
Contohnya gelap-gelapan dan gila-gilaan.

(3) se + reduplikasi
Contohnya sebaik-baik dan setinggi-tinggi.
2. Adverbia Gabungan
a. berdampingan
contohnya acapkali dan amat sangat.
b. tidak berdampingan
contohnya belum…lagi dan belum…kembali
3. Adverbia Konjungtif
4. Kongjungtor Pembuka Wacana
Contohnya adapun dan alkisah

BAB VII
NOMINA, PRONOMINA, DAN NUMERALIA
7.1 NOMINA
7.1.1 batasan dan cirri nomina
7.1.2 nomina Dari segi semantiknya
 nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang,benda dan konsep.
7.1.3 Nomina dari Segi Sintatiknya
nomina memiliki cirri diantaranya tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak dan umumnya dapat diikuti oleh adjektiva.

7.1.4 Nomina Dari Segi Bentuknya
Nomina dari segi bentuknya terdiri dari kata dasar dan turunan.
7.1.4.1 Nomina Dasar
Nomina dasar adalah nomina yang terdiri dari satu morfem
7.1.4.2 Nomina Turunan
Nomina turunan dapat diturunkan melalui afiksasi,perulangan atau pemajemukan.
7.1.4.3 Afiks dalam Penurunan Nomina
Ada tujuh afiks dalam penurunan nomina, yaitu ke-, per-, peng-, -an, peng-an, per-an dan ke-an.
7.1.4.4 Morfofonemik Afiks Nomina
Morfofonamik berkaitan dengan perubahan fonem antara akhir suatu suku dengan dari permulaan dari suku lain yang mengikutunya.
7.1.5 Morfologi dan Semantik Nomina Turunan
Morfologi  dan semantic nomina turunan adalah kata dasar yang diturunkan dengn penambahan afiks.
7.1.5.1 Penurunan Nomina dengan Ke-
Contohnya ketua, kehandak dan kekesih,
7.1.5.2 Penurunan Nomina Dengan Pel-, Per- Dan Pe-
Contoh pel- adalah pelajar
Contoh per- adalah pertanda
Contoh pe adalah pemain

7.1.5.3 Penurunan Nomina dengan Peng-
Contohnya pengawas
7.1.5.4 Penurunan Nomina Dengan –an
Contohnya anjuran, asinan dan kiloan.
7.1.5.5 Penurunan Nomina Dengan Peng-an
Contohnya pengudaraan.
7.1.5.6 Penurunan Nomina Dengan Per-an
Contohnya perjanjian
7.1.5.7 Penurunan Nomina Dengan Ke-an
Contohnya kekosongan dan keberanian
7.1.5.8 Kontras Antarnomina
Kontras nomina dapat diartikan bahwa dari beberapa nomina dengan dasar yang sama bisa menimbulkan makna yang berbeda-beda.
7.1.5.9 Nomina Dengan Dasar Folifermis
nomina dengan dasar folifermis adalah nomina yang ketika diturunkan tidak meninggalkan prefiksnya,tapi menjadi sumber bagi pengimbuhan yang lebih lanjut.
7.1.5.10 Penurunan Nomina dengan –el, -er. –em dan –in-
Penanambahan imbuhan yang disispkan seperti –el tidaklah produktif lagi dalam bahasa Indonesia.
7.1.5.11 penurunan nomina dengan –wan/-wati
Contohnya budayawan yang maknanya adalah seorang ahli budaya.

7.1.5.12 penurunan nomina dengan –at/-in dan –a/-i
Penambahan akhiran ini maknanya berkaitan dengan jenis kelamin.
7.1.5.13 penurunan nomina denga isme, -(is)asi, -logi dan –tas
Penambahan tersebut berasal dari bahasa asing yang juga dianggap layak diterapkan pada kata dasar bahasa Indonesia.
7.1.5.14 perulangan nomina
Perulangan nomina adalah penurunan kata dengan perulangan baik secara utuh maupun sebagian.
7.1.5.15 pemajemukan nomina dan idiom
Perbedaan nomina majemuk dan nomina idiom salah stunya adalah nomina majemuk dapat ditelusuri secara lansung dari kata-kata yang digabungkan sedangkan nomina idiom memunculkan makna baru yang tidak dapat ditelusuri secara lansung dari kata-kata yang digabungkan.
7.1.5.15.1 nomina majemuk dasar
Nomina majemuk dasar adalah nomina majemuk yang komponenny terdiri dari kata dasar.
7.1.5.15.2 nomina majemuk berafiks
Nomina majemuk berafiks merupakan majemuk yang sala satu atau kedua komponennya berafiks.
7.1.5.15.3 nomina majemuk dari bentuk bebas dan bentuk terikat
Bentuk bebas adalah unsurnya dapat berdiri sendiri sedangkan makna terikat adalah kebalikannya.


7.1.5.15.4 nomina majemuk setara
Nnomina majemuk setara adalah nomina majemuk yang kedua komponennya memiliki kedudukan yang sama.
7.1.5.15.5 nomina majemuk bertingkat
Nomina majemuk bertingkat adalah nomina majemuk yang salah satu komponennya berfungsi sebagai induk sedangkan komponen lainnya pewatas.
7.1.6 Frasa nominal
Frasa nominal adalah sebuah nomina yang dapat diperluas kekanan dan kiri.
7.2 PRONOMINA
7.2.1 batasan dan cirri pronominal
Pronomina dapat menduduki posisi subjek,objek dan dalam kalimat tertentu predikat
7.2.2 pronomina persona
Pronomina persona adalah pronominal yang dipakai untuk mengacu pada orang.
7.2.2.1 persona pertama
Yang termasuk persona pertama tunggal bahasa Indonesia adalah aku, saya dan daku
7.2.2.2 persona kedua
Persona kedua berwujud kamu,engkau, anda dan dikau
7.2.2.3 persona ketiga
Persona ketiga terdiri dari dia, mereka dan beliau.
7.2.2.4 nomina penyapa dan pengacu sebagai pengganti pronominal persona
Empat factor yang mempengaruhi perbedaan nomina penyapa diberbagai daerah, yaitu letak geografis, bahasa daerah, lingkungan social dan budaya bangsa.
7.2.3 Pronomina Penunjuk
Ada tiga macam pronominal penunjuk dalam bahasa Indonesia yaitu penunjuk umum, tempat dan ihwal.
7.2.3.1 Pronomina Penunjuk Umum
Pronomina penunjuk umum adalah itu,  ini dan anu.
7.2.3.2  Pronomina Penunjuk Tempat
Pronomina penunjuk tempat adalah sini, situ atau sana.
7.2.3.3  Pronomina Penanya
Pronomina penanya adalah pronominal yang dipakai sebagai pemarkah pertanyaan.
7.2.3.3.1 apa dan siapa
Apa mempunyai dua peran berbeda yaitu mengubah kalimat berita menjadi kalimat tanya dan menggantikan barang yang ditanyakan.
Siapa berfungsi menggantikan objek tanpa mengubah urutan kata dan menggantikan subjek serta menduduki posisi awal kalimat sebagai predikat.
7.2.3.3.2 mana
Umumnya Promina mana digunakan untuk menanyakan suatu pilihan tentang orang , barang atau hal.
7.2.3.3.3 mengapa dan kenapa
Mengapa dan kenapa mempunyai makna yang sama  yakni menanyakan sebab terjadinya sesuatu.
7.2.3.3.4 kapan dan bila(mana)
Kapan dan bila (mana) digunakan untuk menanyakan waktu tejadinya suatu peristiwa.

7.2.3.3.5 bagaimana
Bagaimana digunakan untuk menanyakan kedaan sesustu atau cara melakukan perbuatan.
7.2.3.3.6 Berapa
Dipakai untuk menanyakan bilangan atau jumlah.
7.2.3.3.8 Gabungan Preposisi Dan Kata Tanya
Selain kata Tanya, ada frasa Tanya yang terdiri atas preposisi yang pemakainnya ditentukan oleh arti masing-masing dan tempatnya dalam kalimat.
7.2.3.3.8 Kata Saja Dan Implikasi Kejamakan
Untuk memberikan implikasi kejamakan kata Tanya harus diikuti oleh kata saja.
7.2.3.3.9 Kata Saja Dan Implikasi Ketidaktentuan
Frasa Tanya bisa tidak berfungsi apabila dipakai dalam kalimat berita, maknanya ktidaktentuan.
7.2.3.3.10 Reduplikasi Apa, Siapa Dan Mana
Apa, siapa dan mana dapat diulang untuk menyatakan ketidaktentuan dan biasanya dipakai dalm kalimat berita negatif.
7.2.4 Frasa Pronomial
Farasa pronominal adalah sebagai penambahan numeralia kolektif, penambahan kata petunjuk, penambahan kata sendiri, penambahan klausa dengan yang dan penambahan frasa nominal yang berfungsi apositif.

7.3 NUMERALIA
Numeralia atau kata bilangan adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya maujud(orang, binatang, atau barang) dan konsep.
7.3.1 Numeralia Pokok
Numeralia pokok adalah bilangan dasar yang menjadi sumber dari bilangan-bilangan yang lain.
7.3.1.1 Numeralia Pokok Tentu
Numeralia pokok tentu mengacu pada bilangan pokok
7.3.1.2 Numeralia Pokok Kolektif
Numerallia pokok kolektif di bentuk dengan prefiks ke- yang di tempatkan di muka nomina yang diterangkan
7.3.1.3 Numeralia Pokok Distributif
Numeralia pokok distributif dapat di bentuk dengan cara mengulang kata bilangan
7.3.1.4 Numeralia Pokok Tak Tentu
Numeralia pokok tak tentu dapat mengacu pada jumlah yang tidak pasti dan sebagian besar numeralia ini tidak dapat menjadi jawaban atas pertanyaan yang memakai kata Tanya berapa
7.3.1.5 Numeralia Pokok Klitika
7.3.1.6 Numeralia Ukuran
7.3.2 Numeralia tingkat
7.3.3 Numeralia Pecahan
Tiap bilangan pokok  yang dapat dipecah menjadi bagian yang lebih kecil dinamakan numeralia pecahan
7.3.4  Frasa Nmeralia
7.4 PENGGOLONG NOMINA: ORANG, BUAH, EKOR

BAB VIII. KATA TUGAS
8.1 BATASAN DAN CIRI KATA TUGAS
Ciri tugas adalah bahwa hamper semuanya tidak dapat menjadi dasar untuk membentuk kata lain
8.2.1.2 Preposisi Gabungan
Preposisi gabungan terdiri atas dua preposisi yang berdampingan dan dua preposisi yang berkorelasi.
8.2.1.2.1 Preposisi yang Berdampingan
Preposisi gabungan jenis pertama terdiri atas dua preposisi yang letaknya berurutan
8.2.1.2.2 Preposisi yang Berkorelasi
Preposisi gabungan jenis kedua terdiri atas dua unsur yang di pakai berpasangan, tetapi terpisah oleh kata atau frasa lain.
8.2.1.2.3 Preposisi dan Nomina Lokatif
8.2.1.3 Peran Semantis Preposisi
 Peran semantis preposisi yang lazim dalam bahasa Indonesia adalah sebagai penanda hubungan tempat, peruntukan, sebab, kesertaan atau cara, pelaku, waktu, ihwal(peristiwa) dan milik.
8.2.2 Konjungtor
Konjungtor adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat.
8.2.2.1 Konjungtor Koordinatif
konjungtor koordinatif adalah Konjungtor yang menghubungkan dua atau lebih memiliki status sama.


8.2.2.2 Konjungtor Korelatif
Konjugtor korelatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua kata, frasa, atau klausa yang memiliki status sintaksis sama
8.2.2.3 Konjungtor Subordinatif
Konjungtor subordinatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua klausa, atau lebih dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama.
8.2.2.4 Konjungtor Antarkalimat
Konjungtor antarkalimat menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain
8.3 INTERJEKSI
Interjeksi atau kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati pembicara
8.4 ARTIKULA
Artikula adalah kata tugas yang membatasi makna nomina
8.4.1 Artikula yang Bersifat Gelar
Artikula yang bersifat gelar pada umumnya bertalian dengan orang atau hal yang di anggap bermartabat
8.4.2 Artikula yang Mengacu Ke Makna Kelompok atau Makna Kolektif Adalah Para.
8.4.3 Artikula yang Menominalkan
Artikulasi yang menominalkan mengacu ke makna tunggal atau generik, bergantung pada konteks kalimatnya
8.5 PARTIKEL PENEGAS
Kategori partikel penegas meliputi kata  yang tidak tertakluk pada perubahan bentuk dan hanya berfungsi menampilkan unsur yang diiringinya.

8.5.1 Partikel –kah
Partikel –kah yang berbentuk klitika dan bersifat manasuka dapat mengaskan kalimat introgatif.
8.5.2 Partikel –lah
Partikel –lah yang juga berbentuk klitika dipakai dalam kalimat imperative atau kalimat deklaratif
8.5.4 Partikel –tah
Partikel –tah yang juga berbentuk klitika dipakai dalam kalimat introgatif tetapi si penanya sebenarnya tidak mengharapkan jawaban.
8.5.3 Partikel pun
Partikel pun hanya di pakai dalam kalimat deklaratif dan dalam bentuk tulisan dipisahkan dari kata dimukanya

BAB IX. KALIMAT
9.1 BATASAN DAN CIRI-CIRI KALIMAT
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan dan tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Salah satu cirinya adalah biasanya diakhiri tanda titik (.) atau tanda tanya (?).
9.2 BAGIAN-BAGIAN KALIMAT
Dari segi bentuknya kalimat adalah kontruksi sintaksis terbesar.
9.2.1 Kalimat dan Klausa
Baik kalimat maupun klausa biasanya mengandung unsure predikasi

9.2.2 Konstituen Kalimat
Kelompok kata yang menjadi unsure kalimat dapat dipandang sebagai suatu konsruksi. Satuan-satuan yang membentuk suatu kontruksi disebut konstituen konstruksi.
9.2.3 Unsur Wajib Dan Unsur Tak Wajib
Unsure wajib itu terdiri atas konstituen kalimat yang tidak dapat dihilangkan, sedangkan unsure tak wajib teriri atas konstituen kalimat yang dapat dihilangkan
9.2.4 Keserasian Unsur-Unsur Kalimat
Keserasian unsur kalimat meliputi keserasian makna dan keserasian bentuk.
9.2.4.1 Keserasian Makna
Kalimat yang sesuai dengan kenyataan
9.2.4.1 Keserasian Bentuk
Keserasian bentuk pada nomina dan Promina dan dalam batas tertentu antara nomina dan verba
9.3 STRUKTUR KALIMAT
Kalimat dasar terdiri atas satu klausa, unsurnya lengkap, susunan unsur-unsurnya menurut urutan yang paling umum dan tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran.
9.3.1        Bentuk, Kategori, Fungsi, Peran
Kategori kata yaitu verba(adjektiva, adverbial, nomina) dan Preposisi(konjuktor, interjeksi, partikel)
Suatu bentuk kata dapat mempunyai keanggotaan rangkap dalam arti kata termasuk dalam dua kategori atau lebih.
Fungsi merupakan suatu tempat dalam struktur kalimat dalam unsur pengisi berupa bentuk(bahasa) yang tergolong dalam kategori tertentu dan mempunyai peran semantik tertentu pula.
9.3.2 Pola Kalimat Dasar
S+P+O+pel+Ket
9.3.3 Kalimat Dasar dan Konstituennya
Komplementasi adalah konstituen objek, pelengkap, keterangan wajib.
9.3.4 Pola Kalimat Topik Komen
Terdiri atas topic yang merupakan pokok pembicaraan dan komen yang member penjelasan terhadap pokok tersebut.
9.4 FUNGSI SINTAKSIS UNSUR-UNSUR KALIMAT
9.4.1 Fungsi Predikat
Predikat merupakan konstituen pokok yang disertai konstituen subjek disebelah kiri dan jika ada konstituen objek pelengkap atau ada ketentuan keterangan wajib diseblah kanan.
9.4.2 Fungsi Subjek
Subjek merupakan fungsi sintaksis terpenting yang ke dua setelah predikat.
9.4.3 Fungsi Objek
Objek adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat berupa verba transitif pada kalimat aktif dan dapat dikenali dengan memperhatikan jenis predikat yang dilengkapinya.
9.4.4 Fungsi Pelengkap
Digunakan untuk menjelaskan suatu kejadian
9.4.5 Fungsi Keterangan
Makna keterangan ditentukan oleh perpaduan unsure-unsur maknanya
9.4.6 Interpretasi Ganda
9.4.6.1 Frasa Preposisional Sebagai Predikat
9.4.6.2 Frasa Verbal Sebagai Subjek
Frasa verbal menduduki posisi subjek dan  berasal dari kalimat yang lebih lengkap
9.5 PERAN SEMANTIS UNSUR KALIMAT
            Kalimat memberikan suatu peristiwa atau keadaan yang melibatkan satu peserta atau lebih dengan peran semantic yang berbeda-beda
9.5.1 Pelaku
Pelaku adalah peserta yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat
9.5.2 Sasaran
Sasaran adalah peserta yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat.
9.5.3 Pengalam
Pengalam adalah peserta yang mengalami keadaan yang dinyatakan predikat
9.5.4 Peruntung
Peruntung adalah unsur yang diruntung dari keadaan yang dinyatakan oleh predikat.
9.5.5 Atribut
9.5.6 Peran Semantis Keterangan
Peran semantic pada dasarnya sesuai dengan sifat kodrati dari nomina yang ada pada keterangan tersebut
9.6 JENIS KALIMAT
Jenis kalimat dapat di tinjau dari sudut jumlah klausanya untuk sintaksis, kelengkapan unsure nya, susunan objek dan kalimatnya.

9.6.1 Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa
9.6.1.1 Kalimat Berpredikat Verbal
9.6.1.1.1 Kalimat Tak Transitif
Kalimat tak transitif adalah kalimat tak berobjek dan tak berpelengkap
9.6.1.1.2 Kalimat Ekatransitif
Yaitu kalimat yang di golongkan pada verba ekatransitif
9.6.1.1.3 Kalimat Dwitransitif
Kalimat yang selaras dengan macam verba yang menjadi predikatnya yang mempunyai objek dan pelengkap
9.6.1.1.4 Kalimat Pasif
Aktif dan pasif dalam kalimat menyangkut macam verba yang menjadi predikat, subjek dan objek, bentuk verba yang di pakai.
9.6.1.2 Kalimat Berpredikat Adjektival
Kalimat yang berpredikat adjektival
9.6.1.3 Kalimat Berpredikat Nominal
Kalimat yang terdiri dari nomina atau frasa nominal
9.6.1.4 Kalimat Berpredikat Numeral
Kalimat yang terdiri atas kata bilangan tak tentu banyak dan sedikit tidak dapat diikuti kata penggolong
9.6.1.5 Kalimat Berpredikat Frasa Preposisional
9.6.2 Kalimat Dilihat dari Bentuk dari Sintaksis
9.6.2.1 Kalimat Deklaratif
Kalimat deklaratif digunakan oleh pembicara atau penulis untuk membuat pernyataan.
9.6.2.2 Kalimat Imperative
Kalimat yang terdiri atas verbal dasar atau frasa proposisonal yang sifatnya tak transitif.
9.6.2.2.1 Kalimat Imperative Tak Transitif
Yaitu kalimat yang dibentuk dari kalimat deklaratif yang dapat berpredikat verba dasar frasa adjektifal dan frasa verbal ataupun frasa preposisional
9.6.2.2.2 kalimat imperative transitif
Yaitu yang berpredikat verba transitif mirip kengan konstruksi kalimat deklaratif pasif
9.6.2.2.3 Kalimat Imperative Halus
Yaitu kalimat yang memakai sejumlah kata untuk menghaluskan isi kalimat
9.6.2.2.4 Kalimat Imperative Permintaan
Kalimat yang mengungkapkan permintaan
9.6.2.2.5 Kalimat Imperative Ajakan Dan Harapan
Kalimat ajakan dan harapan yang di mulai dengan kata-kata pengharapan atau ajakan
9.6.2.2.6 Kalimat Imperative Larangan
Kalimat yang menggunakan kata-kata larangan
9.6.2.2.7 Kalimat Imperative Pembiaran
Yaitu kalimat yang digunakan untuk menyuruh membiarkan supaya sesuatu terjadi.
9.6.2.3 Kalimat Interogatif
Yaitu kalimat yang menggunakan kata tanya
9.6.2.4 Kalimat Eksklamatif
Kalimat yang digunakan untuk mengunakan perasaan kagum atau heran
9.6.3 kalimat Tak Lengkap
Yaitu kalimat yang tidak ada subjek atau predikat
9.6.4  Kalimat Inversi
9.7 PERLUASAN KALIMAT TUNGGAL
9.7.1 Keterangan
Keterangan adalah unsur tak wajib,tanpa keterangan kalimat memiliki makna mandiri.
9.7.1.1 Keterangan Waktu
Yaitu memberikan informasi saat terjadinya suatu peristiwa
9.7.1.2 Keterangan Tempat
Yaitu keterangan yang menunjukkan tempat terjadinya peristiwa atau keadaan
9.7.1.3 Keterangan Tujuan
Yaitu keterangan yang menetukan arah, jurusan, atau maksud perbuatan atau kejadian
9.7.1.4 Keterangan Cara
Yaitu keterangan yang menyatakan jalannya suatu peristiwa berlangsung
9.7.1.5 Keterangan Penyerta
Yaitu keterangan yang menyatakan ada tidaknya orang yang menyertai orang lain dalam melakukan suatu perbuatan
9.7.1.6 Keterangan Alat
Yaitu keterangan yang menyatakan ada tidaknya alat yang dipakai untuk melakukan suatu perbuatan
9.7.1.7 Keterangan Pembanding
Yaitu keterangan yang menyatakan kesetaraan antara satu keadan dengan yang lainnya.
9.7.1.8 Keterangan Sebab
Yaitu keterangan yang menyatakan sebab terjadinya suatu keadaan.
9.7.1.9 Keterangan Kesalingan
Yaitu keterangan yang menyatakan bahwa suatu perbuatan dilakukan secara berbalasan
9.7.2 nomina vokatif
Yaitu konstituen tambahan dalam ujaran berupa nomina yang menyatakan orang yang disapa.
9.7.3 Aposisi
Unsur kalimat disebut beraposisi jika kedua unsur itu sederajat.
9.8 PENGINGKARAN
Pengingkaran adalah konstruksi yang mengungkapkan pertentangan makna kalimat.
9.8.1 Pengingkaran Kalimat
Dilakukan dengan menambahkan kata ingkar yang sesuai di awal frasa predikatnya
9.8.2 Pengingkaran Bagian Kalimat
Kalimat dapat diingkarkan dengan menempatkan kata ingkar yang sesuai di depan unsur yang di ingkarkan itu.
9.8.3 Lingkup Pengingkaran
Kata ingkar seperti tidak memiliki ruang lingkup pengingkaran yang berbeda-beda bergantung pada ada tidaknya keterangan pada kalimat

BAB X. HUBUNGAN ANTAR KLAUSA
10.2 HUBUNGAN KOORDINASI DAN SUBORDINASI
10.2.1 Hubungan Koordinasi
Hubungan antar kalusa-klausanya tidak menyangkut satuan yang berbentuk hirarki karenaa klausa yang satu bukanlah konstituen dari kalusa yang lain
10.2.2 Hubungan Subordinasi
Klausa-klausa dalam kalimat majemuk yang disusun dengan cara subordinasi tidak memiliki kedudukan yang setara
10.3 CIRI-CIRI HUBUNGAN KOORDINASI DAN SUBORDINASI
10.3.1 ciri-ciri sintaksis hubungan koordinasi
a. hubungan koordinasi menggabungkan dua klausa atau lebih
b. posisi klausa diawali oleh koordinator dan atau dan tetapi tidak dapat diubah
c. urutan klausa yang tetap dalam hubungan koordinasi berhubungan erat dengan pronominalisasi
d. sebuah coordinator dapat dilalui oleh coordinator lain untuk memperjelas hubungan atar kedua klausa yang dihubungkan
10.3.2 ciri-ciri sintksis hubungan subordinasi
a. subordinasi menghubungkan dua klausa yang salah satu diantaranya merupakan bagian dari klausa yang lain
b. posisi klausa diawali oleh subordinator dapat berubah
c. hubungan subordinatif memungkinkan adanya acuan kata foris


10.3.3 Ciri-Ciri Semantik Hubungan Koordinasi
yang di tentukan dari macam koordinator yang dipakai makna leksikal ataupun gramatikal dari kata dan kalusa yang dibentuk
10.3.4 Ciri-Ciri Semantik Hubungan Subordinasi
Pertama, klausa yang mengikkuti suborninator memuat informasi atau pernyataan yang di anggap sekunder oleh pemakai bahasa, sedangkan yang lain memuat pesan utama kalimat tersebut. Kedua, anak kalimat yaang dihubungkan oleh subordinator umumnya dapat diganti dengan kata atau frasa tertentu sesuai dengan makna anak kalimat tersebut
10.4 HUBUNGAN SEMANTIS ANTAR KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK SETARA
Ditentukan oleh dua hal yaitu arti koordinator dan arti klausa-klausa yang dihubungkan
10.4.1 Hubungan Penjumlahan
Yaitu hubungan yang menyatakan penjumlahan atau gabungan kegiatan keadaan peristiwa atau proses
10.4.1.1 Penjumlahan yang Menyatakan Sebab Akibat
Merupakan akibat dari kalusa pertama
10.4.1.2 Penjumlahan yang Menyatakan Urutan Waktu
penjumlahan yang merupakan urutan dari peristiwa yang terjadi pada klausa pertama
10.4.1.3 Penjumlahan yang Menyatkan Pertentangan
Menyatakan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang dinyatakan pada klausa pertama
10.4.1.4 penjumlahan yang menyatakan perluasan
Yang memberikan informasi atau penjelasan tambahan untuk melengkapi pernyataan pada klausa pertama
10.4.2 Hubungan Perlawanan
Yaitu hubungan yang menyatakan bahwa apa yang dinyatakan dalam klausa pertama berlawanan atua tidak sama dengan apa yang dinyatakan dalma klausa kedua
10.4.2.1 Perlawanan Yang Menyatakan Penguatan
Memuat informasi yang menguatkan dan menandaskan informasi yang dinyatakan dalam klausa pertama
10.4.2.2 Perlawanan Yang Menyatakan Implikasi
Kelausa kedua menyatakan sesuatu yang merupakan perlawanan terhadap implikasi klausa pertama
10.4.2.3 Perlawanan Yang Menyatakan Perluasan
Berlainan dengan hubungan yang menyatakan hubungan perluasan pada kalimat majemuk setara yang memakai dan, hubungan perluasan yang memakai tetapi menyatakan bahwa informasi yang terkandung dalam klausa kedua hanya merupakan informasi tambahan untuk melengkapi apa yang dinyatakan oelh kalusa pertama, kadang-kadang malah memperlemahnya
10.4.3 Hubungan Pemilihan
Ialah hubungan yang menyatakan pilihan diantara kdua kemungkinan atau lebih yang dinyatakan oleh kalusa-klausa yang dihubungkan
10.5 HUBUNGAN SEMANTIS ANNTAR KALUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT
Ditentukan oleh macam coordinator yang di pakai dan makna leksikal dari kata atau frasa dalam klausa masing-masing
10.5.1 Hubungan Waktu
Menyatakan waktu terjadinya peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa utama. Hubungan waktu itu dapat dibedakan lagi menjadi
10.5.1.1 Waktu Batas Permulaan
10.5.1.2 Waktu Bersamaan
10.5.1.3 Waktu Berurutan
10.5.1.4 Waktu Batas Akhir
10.5.2 Hubungan Syarat
Terdapat dalam kalimat yang klausa subordinatifnya menyatakan syarat terlaksananya apa yang disebut dalam klausa utama
10.5.3 hubungan pengandaian
Terdapat dalam kalimat majemuk yang kalusa subordinatifnya menyatakan andaian terlaksananya apa yang dinyatakan klausa utama
10.5.4 Hubungan Tujuan
Terdapat dalam kalimat yang klausa subordinatifnya menyatakan suatu tujuan atau harapan dari apa yang disebut dalam klausa utama
10.5.5 Hubungan Konsesif
Terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa subordinatifnya mengandung pernyataan yang tidak akan mengubah apa yang dinyatakan dalam klausa utama
10.5.6 Hubungan Perbandingan
Terdapat dalma kalimat majemuk yang klausa subordinatif nya menyatakan perbandingan, kemiripan, atau periverensi antara apa yang dinyatakan pada klausa utama dengan yang dinyatakan subordinatif
10.5.7 Hubungan Penyebaban
Terdapat dalam kalimat dan klausa subordinatifnya menyatakan sebab atau alas an terjadinya apa yang dinyatakan dalam klausa utama
10.5.8 Hubungan Hasil
Terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa subordinatifnya menyatakan hasil atau akibat dari apa yang dinyatakan dalam klausa utama
10.5.9 Hubungan Cara
Terdapat dalam kalimat yang kalusa subordinatifnya menyatakan cara pelaksanaan
10.5.10 Hubungan Alat
Yang menyatakan alat yang di nyatakan oleh klausa utama
10.5.11 Hubungan Komplementasi
Kalusa subordinatif melengkapi apa yang dinyatakan oleh verba klausa utama atua oleh nominasi subjek baik dinyatakan maupun tidak
10.5.12 Hubungan Atributif
Ada dua macam hubungat atributif antara lain
10.5.12.1 Hubungan Atributif Restriptif
Yaitu klausa relative mengatasi makna dari nomina yang diterangkan nya
10.5.12.2 Hubungan Atribtif Tak Restriptif
Klausa subordinatif yang tak restriptif hanyalah memberikan sekedar tambahan informasi pada nomina yang diterangkannya
10.5.13 hubungan perbandingan
Terdapat dalam kalimat majemuk bertingkat yang klausa subordinatif dan klausa utamanya mempunyai unsur yang sama yang tarafnya sama atau berbeda
10.5.13.1 Hubungan Ekuatif
Muncul bila hal atau unsure pada klausa subordinatif dan klausa utama yang dibandingkan sama tarafnya
10.5.13.2 Hubungan Komparatif
Muncul bila hal atau unsure pada klausa subordinatif dan klausa utama yang di perbandingkan berbeda tarafnya
10.5.14 Hubungan Optatif
Terdapat dalam kalimat majemuk bertingkat yang klausa utamanya menyatakan harapan agar apa yang dinyatakan dalam klausa subordinatif dapat terjadi
10.6 PERLEPASAN
Penggabungan dua frasa baik secara subordinatif maupn koordinatif dapat mengakibatkan terdapatnya dua unsure yang sama dalam satu kalimat. Salah satu alat sintaksis untuk mengurangi taraf redundasi adalah pelepasan

BAB XI. WACANA
11.1 PENDAHULUAN
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan profosion satu dengan profosion lain yang membentuk kesatuan
11.2 KONTEKS WACANA
Konteks wacana terdiri atas berbagai unsure seperti situasi pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topic, peristiwa, bentuk amanat, kode dan saran
11.3 KOHESI DAN KOHERENSI
Kohesi merupakan hubungan perkaitan antar proposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsure-unsur gramatikal dan semantic dalam kalimat-kaliimat yang membentuk wacana. Koherensi merupakan perkaitan antar proposisi tetapi perkaitan tersebut tidak secara eksplisit atau nyata dapat dilihat pada kalimat-kalimat yang mengungkapkannya

11.4 TOPIK, TEMA DAN JUDUL
Topik yakni proposisi yang berwujud frasa atau kalimat yang menjadi inti pembicaraan atau pembahasan
Tema adalah inti pembicaraan atau pembahasan yang bersifat abstrak
Tanpa judul, topic atau tema yang di sajikan sebagai judul, pembaca akan bertanya-tanya tentang apa yang di bicarakan oleh penulis
11.5 REFERENSI DAN INVERENSI KEWACANAAN
Referensi atau pengacuan yang digunakan dalam wacana harus jelas. Inverensei adalah proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh pembaca atau penilis
11.6 SKEMATA: REPRESENTASI PENGETAHUAN
11.6.1 Pengertian Skhemata
Skemata ialah teori tentang pengetahuan, tentang bagaimana pengetahuan disajikan, dan tentang bagaimana sajian itu memberikan kemudahan dalam memahami pengetahuan itu
11.6.2 Skema Sebagai Pentas
Struktur interen suatu skema pada dasarnya sesuai dengan naskah suatu pentas.
11.6.3 Struktur Pengendalian Skemata
            Tujuan dari pengandalian skemata untuk memperoleh konfigurasi schemata yang memadai dan menilai kecocokan atau kesesuaian
11.6.4 Skemata Sebagai Pemahaman Wacana
Proses pemahaman wacana ialah proses yang menemukan konfigurasi skemata yang menawarkan uraian yang memadai tentang bacaan yang bersangkutan


KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU
            Dalam penulisan sebuah buku tentu ada kelebihan dan kekurangan baik penulis maupun penerbit. Adapun kelebihan buku ini, yaitu menyajikan tentang tata baku bahasa Indonesia yang lengkap mulai dari satuan terkecil hingga yang paling besar sehingga sangat bagus untuk dijadikan referensi dalam pembelajaran.
            dibalik kekurangannya buku ini mempunyai banyak kekurangan, diantaranya banyak kesalahan dalam pengetikan, banyak paragraf campuran sehingga pembaca sulit menemukan gagasan utama/ide pokok paragraf tersebut, bahasa yang digunakan sulit dipahami dan bertele-tele sehingga kalimat-kalimat yang dipaparkan sulit dimengerti dan penjelasan sub bab ada yang tidak berkaitan dengan judul sub babnya.
            Buku yang ditulis oleh Hasan Alwi dkk ini lengkap dan bagus untuk dijadikan referensi, tetapi menurut saya buku ini terlalu tebal dan monoton dengan tulisan saja sehingga kurang menarik untuk dibaca dan berat jika ingin membawanya kemana-mana. Akan lebih efektif jika ada laporan bacaan,sinopsis atau resensi buku agar pembaca lebih mudah mengetahui inti sari buku ini dan bisa juga dengan menguraikan satu bab satu buku agar pembahasannya lebih mendalam dan pembacapun tidak dipengaruhi oleh ketakutan akan tebalnya buku.
Dengan adanya laporan bacaan yang singkat dan jelas ini, masyarakat dapat mengetahui inti sari dari buku Tata Baku Bahasa Indonesia dalam waktu yang singkat dan efisien.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar