LAPORAN BACAAN
OLEH : ANNISA RAMADHANI FIANIRAY
IDENTITAS
BUKU
Judul
Buku : Tata Baku Bahasa Indonesia
Pengarang : Hasan Alwi, Soejono Dardjowidjojo, Hans
Lapoliwa, Anton M. Moeliono
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun Terbit : 2003
Cetakan : Edisi Ketiga
Kota Terbit : Jakarta
Lembaga Penerbit : Pusat Bahasa dan Balai Pustaka
Tebal Buku : 486 halaman
I.
PENDAHULUAN
Buku yang dilaporkan adalah buku yang berjudul Tata Baku
Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Hasan Alwi, Soejono Dardjowidjojo,
Hans Lapoliwa dan Anton M. Moeliono Buku ini diterbitkan
pada 2003 dan dicetak di Jakarta dengan tebal 486 halaman.
Materi dalam
buku ini disajikan dalam beberapa bab, Adapun cakupan materi secara umum yang
dibentangkan dalam buku ini adalah aturan menggunakan tata bahasa baku bahasa
Indonesia dengan baik dan benar.
II. LAPORAN BAGIAN BUKU
Buku Tata Baku Bahasa Indonesia yang disusun oleh Hasan Alwi, Soejono
Dardjo Widjojo dan Anton M. Moeliono menyajikan materi sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
1.1 KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
Sebagai bahasa perantara orang yang latar budayanya
berbeda, bahasa kebangsaan, dan sebagai sarana ilmu.
1.2 RAGAM BAHASA
Pada sub bab ini di
jelaskan tentang ragam bahasa menurut golongan
penutur bahasa dan ragam meburut jenis pemakaian bahasa dan juga ragam
yang di tinjau dari sudut pandang penutur dapan diperinci menurut patokan
daerah, pendidikan dan sikap penutur.
1.3 CIRI SITUASI DIAGLOSIA
Situasi diaglosia mengutamakan studi gramatikal tentang
ragam yang tinggi.
1.4 PEMBAKUAN BAHASA
Pembakuan bahasa Indonesia
berhubungan dengan norma bahasa dan jenis fungsi kemasyarakatan (sesuai konteks
permasalahan).
1.5 BAHASA BAKU
Bahasa baku merupakan
proses penyeragaman kaidah bukan penyamaan ragam bahasa atau penyeragaman
variasi bahasa
1.6 FUNGSI BAHASA BAKU
Sebagai pemersatu, pemberi
kekhasan, pembawa kewibawaan dan sebagai kerangka acuan.
1.7 BAHASA YANG BAIK DAN BENAR
Bahasa yang benar adalah
pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang di bakukan atau yang dianggap baku.
Bahasa yang baik adalah pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut
golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa.
1.8 HUBUNGAN BAHASA INDONESIA DENGAN BAHASA DAERAH DAN BAHASA ASING
Jika bahasa asing
digunakan sebagai bahasa pemersatu antar bangsa, maka bahasa Indonesia
digunakan sebagai bahasa pemersatu antar daerah di Indonesia.
BAB II. BEBERAPA
PENGERTIAN DASAR
2.1 PENDAHULUAN
Bab II ini membahas beberapa pengertian dan istilah yang dianggap perlu
untuk di petik dan disajikan sehingga bab-bab selanjutnya dapat lebih mudah di
ikuti.
2.2 BEBERAPA
PENGERTIAN DIPELBAGAI BAGIAN
2.2.1 Beberapa
Pengertian Mengenai Tata Bunyi
2.2.1.1
Fonem, Alofon, Dan Grafem
Fonem adalah bunyi bahasa yang minimal yang membedakan bentuk dan makna
kata. Alofan adalah variasi suatu fonem yang tidak membedakan arti kata. Grafem
adalah yang membicarakan tentang huruf.
2.2.1.2
Gugus Dan Diftong
Gugus adalah gabungan dua konsonan atau lebih yang termasuk dalam satu
suku kata yang sama. Diftong merupakan gabungan bunyi dalam satu suku
kata,tetapi yang digabungkan adalah vocal dengan w atau y
2.2.1.3
Fonotaktik
Fonotaktik adalah kaidah yang mengatur penjejeran fonem dalam satu morfem
2.2.2 Beberapa
Pengertian Mengenai Pembentukan Kata
2.2.2.1
Morfem, Alomorf, dan Kata Dasar
Morfem adalah kata dasar yang diberi/tidak diberi imbuhan. Alomorf adalah
anggota satu morfem yang wujudnya berbeda tetapi mempunyai fungsi yang sama.
Kata dasar adalah kata tunggal yang belum di beri imbuhan
2.2.2.2
Analogi
Analogi adalah kesamaan pola dalam pembentukan kata.
2.2.2.3
Proses Morfofonemik
Proses morfofonemik adalah proses perubahan bentuk yang di isyaratkan
oleh jenis fonem atau morfem yang di gabungkan.
2.2.2.4
Afiks, Prefiks, Sufiks, Infiks, Dan Konfiks
Afiks (imbuhan) adalah bentuk atau
morfem terikat yang dipakai unuk menurunkan kata. Prefiks (awalan) adalah afiks
yang di tempatkan di bagian muka suatu kata dasar. Surfiks (akhiran) yaitu
apabila morfem terikat digunakan
dibagian belakang kata. Infiks adalah afiks yang di selipkan di tengah
kata dasar. Konfiks adalah gabungan prefiks dan surfiks yang membentuk suatu
kesatuan
2.2.2.5
Afiks Homofon
Afiks homofon adalah afiks yang wujud atau bunyinya sama tetapi merupakan
dua morfem, atau lebih yang berbeda.
2.2.2.6
Verba Transitif Dan Taktransitif
Verba transitif menyatakan peristiwa yang melibatkan dua maujud atu
entitas yang dapat menjadi titik tolak untuk memberikan peristiwa itu baik
dengan menggunakan verba aktif maupun verba pasif
Verba taktransitif adalah verba yang tidak dapat diikuti objek.
2.2.2.7
Keanggotaan Ganda
Terdapatnya kata dalam dua kelas kata yang berbeda
2.3 BEBERAPA
PENGERTIAN MENGENAI KALIMAT
2.3.1 Kategori
Sintaksis
Sintaksis adalah kelas kata terdiri dari verbal
2.3.2 Fungsi
Sintaksis
Fungsi sintaksis utama dalam bahasa adalah predikat, subjek, objek,
pelengkap, dan keterangan, dan juga sebagai atributif, koordinatif,
subordinatif.
2.3.3 Peran
Semantis
Peran semantis adalah sebagai pelaku dan pengalam
2.3.4 Macam
Ragam Kalimat
Ditinjau dari jumlah klausanya terdapat kalimat tunggal, kalimat majemuk,
dari segi kelengkapan terdiri dari kalimat lengkap dan tak lengkap, dari segi
urutan subjek dan predikatnya terdapat kalimat inverse
2.4 BEBERAPA
PENGERTIAN WACANA
Wacanaadalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna
yang serasi diantara kalimat-kalimat itu
2.4.1 Kohesi Dan
Koherensi
Kohesi dan koherensi adalah dua unsure yang menyebabkan sekelompok
kalimat membentuk kesatuan makna
2.4.2 Deiksis
Deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau kontruksi
yang hanya dapat di tafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi
pembicaraan
2.4.3 Anafora
Dan Katafora
Anaphora adalah peranti dalam bahasa untuk membuat rujuk silang dengan
hal atau kata yang telah dinyatakan sebelumnya. Katafora adalah kebalikan dari
anaphora
2.4.4 Pengacuan Atau
Referensi
Referensi ialah hubungan antara satuan bahasa yang meliputi benda atua
hal yang terdapat di dunia yang di acu oleh satuan bahasa itu.
2.4.5 Konstruksi
Endosentrik Dan Eksosentrik
Konstruksi endosentrik adalah
frasa yang salah satu konstituennya dapat di anggap yang paling penting.
Konstruksi eksosentrik adalah frasa yang tidak mempunyai konstituen inti karna
tidak ada konstituen yang mewakili seluruh konstruksi
BAB III. BUNYI
BAHASA DAN TATA BUNYI
3.1 BEBERAPA
PENGERTIAN YENTANG BUNYI BAHASA
Bunyi adalah getaran yang masuk
kedalam telinga.
3.1.1 Bunyi Yang
Dihasilkan Oleh Alat Ucap Manusia
Dalam pembentukan bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia terdapat tiga factor utama yang terlibat
yaitu sumber tenaga, alat ucap yang menimbulkan getaran dan rongga pengubah
getaran.
3.1.2 Vokal Dan
Konsonan
Vocal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan,
sedangkan konsonan adalah kebalikannya.
3.1.3 Diftong
Diftong adalah vocal yang berubah kualitasnya pada saat pengucapannya.
3.1.4 Gugus
Konsonan
Gugus konsonan adalah deratan dua konsonan atau lebih yang tergolong dala
dua suku kata yang sama.
3.1.5 Fonem Dan
Grafem
Fonem adalah satuan bahasa terkecil berupa bunyi yang membedakan bentuk
dan makna kata.
Grafem adalah gabungan huruf sebagai satuan pelambang fonem dalam system
ejaan.
3.1.6 Fonem
Segmental Dan Suprasegmental
Fonem segmental adalah fonem yang berwujud bunyi. Suprasegmental terdiri
dari tekanan, panjang bunyi dan nada.
3.1.7 Suku Kata
Suku kata adalah bagian kata yang diucapkan dalamsatu hembusan napas dan
umumnya terdiri dari beberapa fonem.
3.2 BUNYI BAHASA
DAN TATA BUNYI BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia mengikuti kaidah
kebahasaan pada umumnya. Namun, kaidah bahasa yang satu dengan lainnya berbeda.
3.2.1 Vokal
Dalam Bahasa Indonesia
Vocal dalam bahasa Indonesia dipengaruhi oleh bentuk bibir dan lidah
3.2.1.1
Alofon Vocal
Alofon vocal adalah variasi pada tiap vocal.
3.2.1.2
Diftong
Terdapat tiga diftong dalam bahasa Indonesia, yakni /ay/, /aw/, dan /oy/ yang
bersifat fonemis.
3.2.1.3
Cara Penulisan Vocal Bahasa Indonesia
Penulisan vocal dalam bahasa Indonesia ada yang sesuai dengan cara
pengucapannya dan ada yang tidak.
3.2.2 Konsonan
Dalam Bahasa Indonesia
Konsonan dalam bahsa Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan tiga
factor yaitu keadaan pita suara, daerah artikulasi dan cara artikulasinya.
3.2.2.1
Alofon Konsonan
Alofon konsonan adalah variasi pengucapan konsonan dalam sebuah kata.
3.2.2.2
Struktur Suku Kata, Kata Dan Gugus Konsonan
Suku kata adalah gabungan beberapa huruf. Kata adalah gabungan beberapa
suku kata. Gugus konsonan adalah deratan dua konsonan.
3.2.2.3
Pemenggalan Kata
Pemenggalan kata behubungan dengan kata sebagai satuan tulisan.
3.2.3 Ciri
Suprasegmental Dalam Bahasa Indonesia
Cirri suprasegmental
dalm bahasa Indonesia adalah tekanan, panjang bunyi dan nada.
3.2.3.1
Peranan Cirri Suprasegmental
Peranan cirri suprasegmental dalm
bahasa Indonesia sangat penting karena apabila penggunaan salah satu cirri
tersebut akan mengubah makna kata atau kalimat.
3.2.3.2
Intonasi Dan Ritme
Ritme membahas tentang
pola pemberian aksen pada kata dalam untaian kalimat. Intonasi merupakan urutan
pengubahan nada dalam untaian tuturan yang ada dalam suatu bahasa.
BAB IV. VERBA
4.1 BATASAN DAN
CIRI VERBA
Verba dapat diketahui dengan mengamati perilaku semantic, perilaku
sintaktis dan bentuk morfologinya.
Cirri-ciri verba diantaranya berfungsi sebagai predikat, mengandung makna
inheren perbuatan dan laian-lain.
4.2 VERBA DARI
SEGI PRILAKU SEMANTISNYA
4.3 VERBA
DARI SEGI PRILAKU SINTAKTISNYA
Dari segi perilaku sintaktisnya verba berkaitan erat dengan
makna dan sifat ketransitifannya.
4.3.1 Pengertian Ketransitifan
Ketransitifan adalah adanya nomina dibelakang verba yang
berfungsi sebagai objek dalam kalimat aktif dan kemungkinan objek itu berfungsi
sebagai subjek dalam kalimat pasif
4.3.1.1 Verba Transitif
Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai
objek dalam kalimat aktif dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam
kalimat pasif.
4.3.1.1.1 Verba Ekatransitif
verba ekatransitif adalah verba transitif yang diikuti oleh
satu objek
4.3.1.1.2 Verba Dwitransitif
verba dwitransitif adalah verba yang dalam kalimat aktif
dapat diikuti oleh dua nomina, sebagai objek dan pelengkap.
4.3.1.1.3 Verba Semitransitif
verba semitransitif adalah verba yang objeknyaboleh ada dan
boleh juga tidak.
4.3.1.2 Verba Taktransitif
Verba taktransitif adalah verba yang tidak memiliki
nomina dibelakangnya (subjek dalam kalimat pasif)
4.3.1.3 Verba Berpreposisi
Verba berpreposisi
ialah verba taktransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu.
4.4
VERBA DARI SEGI BENTUKNYA
4.4.1
Verba Asal
Verba asal adalah verba
yang berdiri sendiri tanpa afiks. Makna leksikla adalah makna yang melekat pada
kata , telah dapat pula diketahui dari verba tersebut.
4.4.2
Verba Turunan
Verba turunan adalah
verba yang dibentuk melalui transposisi, pengafiksan, reduplikasi
(pengulanagan) atau pemajemukan (pemaduan). Transposisi adalah suatu proses
penurunan kata yang memperlihatka peralihan suatu kata dari katagori sintaksis
yang satu katagori yang ain tampa mengubah
bentuknya.
4.4.2.1 Proses Penurunan
Verba
Terdpat empat macam
imbuhan yang dipakai untuk menurunkan verba:prefiks, sufiks, konfiks, infiks.
4.4.2.2 Penggabungan Prefix
Dan Sufiks
Tidak semua prefiks
dapat digabungkan dengan surfiks.
4.4.2.3 Urutan Afiks
Urutan afiks : (meng-
,di-, ter-) + (-kan, -i)
(meng-, di-) + (per-)
(meng-, di-) + ( per-) + (-kan, -i)
(meng-, di-, ter-) + (ber-) + (-kan)
(ke-) + (-an, -i)
4.4.2.4 Morfofonemik
Morfofonemik adalah
proses perubahan suatu fonem yang mendahuluinya
4.4.2.4.1
Morfofonemik Prefix Meng-
Terdapat delapan
kaidah morfofonemik untuk prefks meng-
. kaidah morfofonemik 1-5 tidak berlaku untuk dasar yang besuku satu, yang
dicakup pada kaidah 6 . Kaidah 7 belaku untuk sejumlah dasar asing dan kaidah 8
memberikan pola reduplikasi yang berprefiks meng-.
4.4.2.4.2
Morfofonemik Prefix Per-
Terdapa tiga
kaidah morfofonemik pada perfiks per- : per- berubah menjadi pe-, per- berubah
menjdi pel-, per- tidak mengalami perubahan.
4.4.2.4.3
Morfofonemik Prefix Ber-
Terdapat empat
kaidah morfofonemik prefiks ber- : ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /r/, ber- berubah
menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang suku pertamanya berakhir dengan
/ar/, ber- berubah menjadi bel-, be- tidak berubah bentuknya.
4.4.2.4.4
Morfofonemik prefix ter-
Terdapat tiga
kaidah morfofonemik ter- : ter- berubah menjadi te-, ter ada yang muncul dan
ada pula yang tidak, dan kaidah lain yang tidak dijelaskan
4.4.2.5 Morfofonemik Prefix
Di-
Digabungkan
dengan kata dasar pun dan tidak mengalami perubahan bentuk.
4.4.2.6 Morfofonemik Sufiks
–Kan
Serfiks –kan tidak akan
berubah jika ditambahkan pada kat dasar apa pun.
4.4.2.7 Morfofonemik Sufiks –I
Surfiks i- juga tidak mengalami perubahan jika ditambahkan
kata dasar kata apa pun.
4.4.2.8 Morfofonemik Sufiks
–An
Surfiks i- juga tidak mengalami perubahan jika
ditambahkan kata dasar kata apa pun
4.5
MORFOLOGI DAN SISTEMANTIK VERBA TRANSITIF
4.5.1
Penurunan Verba Transitif
Verba transitif dapat diturunkan
melalui transposisi, afiksasi, dan reduplikasi.
4.5.1.1 Penurunan Melalui
Transposisi
Transposisi adalah
pemindahan dari satu kelas kata ke kelas kata yang lain tanpa perubahan bentuk.
4.5.1.2 Penurunan Melaui
Afiksasi
Afikasasi adalah penambahan
prefiks, infiks, atau surfiks pada dasar kata.
4.5.1.2.1 Penurunan Veba Transitif
Dengan Meng-
4.5.1.2.2
Penurunan Verba Transitif Dengan-Kan
4.5.1.2.3
Penuruna Verba Transitif Dengan -I
4.5.1.2.4
Penurunan Verba Transitif Dengan Per- Dan –Kan/I
4.5.1.2.5
Penurunan Verba Transitif Dengan Di- Dan
Ter-
4.5.1.3 Penurunan Melaui
Reduplikasi
Penurunan dengan pengulangan
kata dasar.
4.6
MORFOLOGI DAN SEMANTIK VERBA TAKTRANSITIF
Verba taktransitif ada
yang menggunakan prefiks dan sufiks ada yang tidak.
4.6.1
Penurunan Verba Taktransitif Dengan Afiksasi
Terdapat enam jenis
afiks : meng-, ber-, ber-kan, ter-, dan ke-an
4.6.2
Penurunan Verba Taktransitif Dengan Reduplikasi
Terdapat enam
macam bentuk : dasar + dasar, dasar + (prefiks + dasar), dasar + (prefiks +
dasar + sufks) , (prefiks + dasar ) + dasar
4.7
VERBA MAJEMUK
Verba majemuk adalah
verba ynag terbentuk melaui proses penggabungan kata.
4.7.1
Verba Majemuk Dasar
Verba majemuk dasar
adalah verba majemuk yang tidak berafiks dan tidak mengandung komponen
berulang, serta dapat berdiri sendiri dalam frasa, klausa, atau kalimat.
4.7.2
Verba Majemuk Beafiks
Verba majemuk berafiks
adalah verba majemuk yang mengandung afiks.
4.7.3
Verba Majemuk Berulang
Verba majemuk berulang
adalah verba yang dapat direduplikasi jika kemajemukannya bertingkat dan
intinya adalah bentuk verba yang dapat direduplikasi pula.
4.8
HUBUNGAN KETRANSITIFAN DENGAN AFIKSASI
a. verba yang berdiri
sendri tanpa afiksasi dapat bersifat transitif dan dapat pula taktransitif
b. verba yang
berprefiks meng- bersifat taktransitif
c. verba yang
berprefiks meng- tanpa surfiks dapat bersifat transitif dan dapat pula
taktransitif
d. semua verba yang
bersurfiks –i
e. semua verba yang bersurfiks –kan dan berprefiks meng-
f. jika bentuk [men- +
dasar] membentuk verba taktransitif
g. jika bentuk {meng- +
dasar ] membentuk verba ekatransitif
h. jika bentuk [meng- +
dasar ] adalah verba ekatransitif
4.9
FRASA VERBAL DAN FUNGSINYA
4.9.1
Penegtian Frasa Verbal
Frasa verbal adalah
satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan verba sebagai
intinya tetapi tidak merupakan klausa.
4.9.2
Jenis-Jenis Frasa Verbal
4.9.2.1 Frasa
Endosentrik Antributif
Frasa endosentrik
antributif terdiri atas inti verba dan pewatas yang ditempatkan dimuka atau
dibelakang verba inti.
4.9.2.2 Frasa
Endosentrik Koordinatif
Frasa koordinatif
berwujud verba yang digabungkan dengan memakai kata penghubung dan atau atau.
4.9.3
Fungsi Frasa dan Frasa Verbal
Selain menududuki
fungsi predikat, verba juga menduduki fungsi lain seperti subjek,objek dan
keterangan(dengan perluasan berupa objek, pelengkap, dan keterangan)
4.9.3.1 Verba dan Frasa
Verbal Sebagai Predikat
4.9.3.2 Verba dan Frasa
Verbal Sebagai Subjek
4.9.3.3 Verba dan Frasa
Veral Sebagai Objek
4.9.3.4 Verba dan Frasa
Verbal Sebagai Pelengkap
4.9.3.5 Verba dan Frasa
Verbal Sebagai Keterangan
4.9.3.6 Frasa yang Bersifat
Atributif
Yaitu memberikan
keterangan tambahan pada nomina.
4.9.3.7 Verba yang Bersifat
Apositif
Yaitu sebagai
keterangan yang ditambahkan atau diselipkan.
4.10
DAFTAR CONTOH DASAR VERBA DAN VERBA
BAB
V. ADJEKTIVA
5.1
BATASAN DAN CIRI ADJEKTIVA
Adjektiva adalah kata
yang memberikan keterangan lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh
nomina dalam kalimat.
5.2
ADJEKTIVA DARI SEGI PERILAKU DAN SEMANTISNYA
Ciri semantik adjektiva
berkaitan dengan proses pembentukan dan penurunan kata adjektiva secara
morfologis serta perilaku sintaksisnya.
5.2.1
Adjektiva Bertaraf
Adjektiva Bertaraf terdiri
atas adjektiva pemeri sifat, adjetiva ukuran, adjektiva warna, adjektiva waktu,
adjrktiva jarak, adjektiva sikap batin, adjektiva cerapan.
5.2.1.1 Adjektiva Pemeri
Sifat
Adjektiva pemeri sifat dapat
memberikan kualitas dan intensitas yang bercorak fisik atau mental. Contoh:
aman, bersih, cocok, dangkal, dan lain-lain
5.2.1.2 Adjektiva
Ukuran
Adjektiva ukuran
mengacu kepada kualitas yang dapat diukur dengan ukuran yang sifatnya
kuantitatif. Contoh: berat, ringan, tinggi, dan lain-lain
5.2.1.3 Adjektiva Warna
Mengacu ke berbagai
warna. Contoh: merah, kuning, hijau, dan lain-lain
5.2.1.4 Adjektiva Waktu
Adejektiva waktu
mengacu ke masa proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung sebagai
pewatas. Contoh: lama, segera, jarang, sering, dan lain-lain
5.2.1.5 Adjektiva Jarak
Adjektiva jarak mengacu
kepada ruang antara dua benda, tempat, atau maujud sebagai pewatas nomina.
Contoh: jauh, dekat, lebat, suntuk,rapat, renggang, akrab
5.2.1.6
Adjektiva Sikap Batin
Adjektiva sikap batin berkaitan
dengan suasana hati atau perasaan. Contoh: bahagia, bangga, benci, dan
lain-lain
5.2.1.7 Adjektiva
Cerapan
Adjektiva Cerapan
bertalian dengan pancaindra yakni penglihatan, pendengaran, perabaan, dan pencitraan
5.2.2
Adjektiva Tak Bertaraf
Adjektiva tak bertaraf
menempatkan acuan nomina yang diwatasinya di dalam kelompok atau golngan
tertentu.
5.3
ADJEKTIVA DARI SEGI PERILAKU DAN SINTAKSISNYA
5.3.1
Fungsi Atributif
Adjektiva dikatakan
dipakai secara atributif jika pewatas dalam frasa nominal dan nominanya menjadi
subjek, objek, atau pelengkap.
5.3.2
Fungsi Predikatif
Adjektiva yang
menjalankan fungsi predikat atau pelengkap dalam klausa dikatakan di pakai
secara predikatif.
5.3.3
Fungsi Adverbial atau Keterangan
Adjektiva yang mewatasi
verba(atau adjektiva) yang menjadi predikat klausa dekatakan di pakai secara
adverbial atau sebagai keterangan.
5.4
PERTARAFAN ADJEKTIVA
Adjektiva bertaraf
dapat menunjukan berbagai tingkat kualitas atau intensitas dan berbagai tingkat
bandingan.
5.4.1
Tingkat Kualitas
Ada enam tingkat
kualitas atau intensitas: (1) positif, (2) intensif, (3) elatif, (4) eksesif,
(5) aumentatif, dan (6) atenuatif
5.4.1.1 Tingkat Positif
Tingkat positif yang memberikan
kualitas atau intensitas maujud yang diterangkan dinyatakan oleh adjektiva
tanpa pewatas.
5.4.1.2 Tingkat
Intensif
Tingkat intensif yang
menekankan kadar kualitas atau intensitas, dinyatakan dengan memakai pewatas benar, betul, atau sungguh.
5.4.1.3 Tingkat Elatif
Tingkat elatif yang
menggambarkan tingkat kualitas atau intensitas yang tinggi, dinyatakan dengan
memakai pewatas amat, sangat, atau sekali.
5.4.1.4 Tingkat Eksesif
Tingkat eksesif yang
mengacu kepada kadar kualitas atau intensitas yang berlebihan dinyatakan dengan
memakai pewatas terlalu, terlampau, dan
kelewat
5.4.1.5 Tingkat
Augmentatif
Tingkat augmentatif
yang menggambarkan bertambahnya tingakat kualitas atau intensitas dinyatakan
dengan memakai pewatas makin….,makin…,makin….,atau
semakin…
5.4.1.6 Tingkat
Atenuatif
Tingkat atenuatif yang
memberikan penurunan kadar kualitas atau pelemahan intensitas dinyatakan dengan
memakai pewatas agak atau sedikit
5.4.2
Tingkat Bandingan
Pada pembandingan dua
maujud atau lebih tingkat kualitas atau intensitasnya dapat setara atau tidak
setara.
5.4.2.1 Tingkat Ekuatif
Tingkat ekuatif mengacu
kepada kadar kualitas atau intensitas yang sama atau hampir sama.
5.4.2.2 Tingkat
Komparatif
Tingkat komparatif
mengacu kepada kadar kualitas atau intensitas yang lebih atau kurang.
5.4.2.2.1
penominalan adjektiva komparatif
Adjektifa komparatif
dapat di nominalkan menjadi subjek kalimat dengan penambahan yang sebelumnyadiikuti
frasa nominal yang dibandingkan.
5.4.2.2.2
Kebermakahan Adjektiva Komparatif
Dalam pemakaian tingkat
komparatif hendaknya diperhatikan pasangan antonim seperti besar:kecil
5.4.2.3 Tingkat
Superlatif
Tingkat superlative
mengacu ke tingkat kualitas yang paling tinggi diantara semua acuan adjektiva
yang dibandingkan. Tingkat itu dalam kalimat dinyatakan dengan pemakaian afiks ter- atau pewatas paling di muka adjektiva yang bersangkutan.
5.5
ADJEKTIVA DARI SEGI BENTUKNYA
Dari segi bentuknya
adjektiva terdiri atas :
5.5.1
Adjektifa Dasar (Monofermis)
5.5.2
Adjektiva Turunan (Polifermis)
5.5.2.1 Adjektiva Bersufiks-I
,-iah, atau –wi, -wiah
Adjektiva bersufik –I,
-iah, atau –wi, -wiah memiliki dasar nomina yang berasal dari bahasa Arab.
5.5.2.2 Adjektiva
bersufika –if, -er, -al, -is
Adjektiva yang
bersufiks –if, -er, -al, -is setakat ini
di serap dari bahasa Belanda atau bahasa Inggris di samping nomina yang
bertalian makna
5.5.2.3 Adjektiva
Bentuk Berulang
5.5.2.4 Adjektiva
Gabungan Sinonim atau Antonim
Adjektiva yang mirip
dengan bentuk berulang ialah yang merupakan hasil penggabungan sinonim atau
antoni.
5.5.2.5 Adjektiva
Majemuk
Adjektiva yang
merupakan bentuk majemuk ada yang merupakan gabungan morfem terikat dengan
morfem bebas dan ada ang merupakan gabungan dua morfem bebas (atau lebih).
5.5.2.5.1
Gabungan Morfem Terikat dan Bebas
5.5.2.5.2
Gabungan Morfem Bebas
5.6
ADJEKTIVA DAN KELAS KATA LAIN
Ada golongan adjektiva
yang dihasilkan dari verba dan nomina lewat proses transposisi.
5.6.1
Adjektiva Deverbal
5.6.2
Adjektiva Denominal
5.6.2.1 Adjektiva
Bentuk per(i) atau peng-
5.6.2.2 Adjektiva
Bentuk ke-an dengan reduplikasi
BAB
VI. ADVERBIA
6.1
BATASAN DAN CIRI ADVERBIA
Dalam tataran frasa,
adverbial adalah kata yang menjelaskan veba, adjektiva, atau adverbial lain
6.2
ADVERBIA DARI SEGI BENTUKNYA
Dari segi bentuknya, dapat
dibedakan adverbial tunggal dari adverbia gabungan
6.2.1
Adverbia Tunggal
Yaitu adverbial yang
berupa kata dasar dan adverbial yang berupa kata afiks.
6.2.1.1 Adverbia yang
berupa kata dasar
Adverbial yang berupa
kata dasar hanya terdiri dari satu kata dasar.
6.2.1.2 Adverbia yang
berupa kata berafiks
Adverbial yang berupa
kata berafiks diperoleh dengan menambahkan gabungan afiks se-nya atau afiks
–nya pada kata dasar.
6.2.1.3 Adverbia yang
berupa kata ulang
Menurut bentuknya,
adverbia yang berupa kata ulang dibagi menjadi pengulangan kata dasar,
pengulangan kata dasar dan penambahan afiks –se, pengulangan kata dasar dan
penambahan sufiks –an danpengulangan kata dasar dan penambahan gabungan afiks
se-nya.
6.2.2
Adverbia Gabungan
Adverbia gabungan
terdiri atas dua adverbial yang berupa kata dasar
6.3
ADVERBIA DARI SEGI PERILAKU SINTAKSISNYA
Perilaku sintaksis
adverbia dapat dilihat berdasarkan posisinya terhadap kata atau bagian kalimat
yang dijelaskan oleh adverbial yang bersangkutan.
6.4
ADVERBIA DARI SEGI PERILAKU SEMANTISNYA
Berdasarkan perilaku
semnatisnya, dapat dibedakan delapan jenis adverbial
6.4.1 Adverbia
Kualitatif
Adverbia kualitatif
adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan
tingkat,derajat, atau mutu
6.4.2
Adverbia Kuantitatif
Adverbia kuantitatif
menggambarkan makna yang berhubungan dengan jumlah.
6.4.3
Adverbia Limitatif
Adverbia limitativ
adalah adverbia yang memnggambarkan makna yang berhubungan dengan pembatasan.
6.4.4
Adverbia Frekuantitatif
Adverbia frekuantitatif
adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan tingkat
kekerapan terjadinya sesuatu yang diterangkan adverbia itu.
6.4.5
Adverbia Kewaktuan
Adverbia kewaktuan
adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan saat
terjadinya peristiwa yang diterangkan oleh adverbial itu.
6.4.6
Adverbia kecaraan
Adverbia kecaraan
adalah adverbial yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan bagaimana
peristiwa yang diterangkan oleh adverbia itu berlangsung.
6.4.7
Adverbia Kontarstif
Adverbial kontrastif
adalah adverbial yang menggambarkan pertentangan dengan makna kata atau hal
yang dinyatakan sebelumnya.
6.4.8
Adverbia Keniscayaan
Adverbia keniscayaan
adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan kepastian
tentang keberlangsungan atau peristiwa yang dijelaskan adverbia itu
6.5 ADVERBIA KONJUNGTIF
Adverbial konjungtif
adalah adverbia yang menghubungkan suatu klausa atau kalimat dengan klausa atau
kalimat yang lain
6.6
ADVERBIA PEMBUKA WACANA
Adverbial pembuka
wacana pada umumnya mengawali suatu wacana
6.7
ADVERBIA DAN KELAS KATA LAIN
6.7.1
Adverbia Deverbal
Adverbia deverbal di
bentuk dari dasar yang berkategori verba.
6.7.2
Adverbia deadjektival diturunkan dari adjektiva, baik melalui reduplikasi
maupun afiksasi
6.7.3
Adverbia Denominal
Adverbia denominal di
bentuk dari dasar yang berkategori nomina.
6.7.4
Adverbia Denumeral
Seperti halnya nomina,
numeralia juga dapat membentuk adverbial
6.8
DAFTAR ADVERBIA
1. Adverbia Tunggal
a. adverbia dasar
contohnya amat, bahkan,
barang, baru dan lain-lain.
b. adverbia berafiks
(1) dasar+nya
Contohnya agaknya, akhirnya
dan biasanya.
(2) se + dasar + nya
Contohnya
sebaiknya, sebenarnya dan selayaknya
c. adverbial kata ulang
(1) reduplikasi dasar
Contohnya, diam-diam
dan erat-erat.
(2) reduplikasi dasar +
an
Contohnya gelap-gelapan
dan gila-gilaan.
(3) se + reduplikasi
Contohnya sebaik-baik
dan setinggi-tinggi.
2. Adverbia Gabungan
a. berdampingan
contohnya acapkali dan amat
sangat.
b. tidak berdampingan
contohnya belum…lagi
dan belum…kembali
3. Adverbia Konjungtif
4. Kongjungtor Pembuka
Wacana
Contohnya adapun dan alkisah
BAB
VII
NOMINA,
PRONOMINA, DAN NUMERALIA
7.1
NOMINA
7.1.1
batasan dan cirri nomina
7.1.2
nomina Dari segi semantiknya
nomina adalah kata yang mengacu pada manusia,
binatang,benda dan konsep.
7.1.3
Nomina dari Segi Sintatiknya
nomina memiliki cirri
diantaranya tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak dan umumnya dapat diikuti
oleh adjektiva.
7.1.4
Nomina Dari Segi Bentuknya
Nomina dari segi
bentuknya terdiri dari kata dasar dan turunan.
7.1.4.1
Nomina Dasar
Nomina dasar adalah
nomina yang terdiri dari satu morfem
7.1.4.2
Nomina Turunan
Nomina turunan dapat
diturunkan melalui afiksasi,perulangan atau pemajemukan.
7.1.4.3
Afiks dalam Penurunan Nomina
Ada tujuh afiks dalam
penurunan nomina, yaitu ke-, per-, peng-,
-an, peng-an, per-an dan ke-an.
7.1.4.4
Morfofonemik Afiks Nomina
Morfofonamik berkaitan
dengan perubahan fonem antara akhir suatu suku dengan dari permulaan dari suku
lain yang mengikutunya.
7.1.5
Morfologi dan Semantik Nomina Turunan
Morfologi dan semantic nomina turunan adalah kata dasar
yang diturunkan dengn penambahan afiks.
7.1.5.1 Penurunan Nomina
dengan Ke-
Contohnya ketua,
kehandak dan kekesih,
7.1.5.2 Penurunan
Nomina Dengan Pel-, Per- Dan Pe-
Contoh pel- adalah pelajar
Contoh per- adalah pertanda
Contoh pe adalah pemain
7.1.5.3 Penurunan
Nomina dengan Peng-
Contohnya pengawas
7.1.5.4 Penurunan
Nomina Dengan –an
Contohnya anjuran,
asinan dan kiloan.
7.1.5.5 Penurunan
Nomina Dengan Peng-an
Contohnya pengudaraan.
7.1.5.6 Penurunan
Nomina Dengan Per-an
Contohnya perjanjian
7.1.5.7 Penurunan
Nomina Dengan Ke-an
Contohnya kekosongan
dan keberanian
7.1.5.8 Kontras
Antarnomina
Kontras nomina dapat
diartikan bahwa dari beberapa nomina dengan dasar yang sama bisa menimbulkan
makna yang berbeda-beda.
7.1.5.9 Nomina Dengan
Dasar Folifermis
nomina dengan dasar
folifermis adalah nomina yang ketika diturunkan tidak meninggalkan
prefiksnya,tapi menjadi sumber bagi pengimbuhan yang lebih lanjut.
7.1.5.10 Penurunan Nomina
dengan –el, -er. –em dan –in-
Penanambahan imbuhan
yang disispkan seperti –el tidaklah produktif lagi dalam bahasa Indonesia.
7.1.5.11 penurunan
nomina dengan –wan/-wati
Contohnya budayawan
yang maknanya adalah seorang ahli budaya.
7.1.5.12 penurunan
nomina dengan –at/-in dan –a/-i
Penambahan akhiran ini
maknanya berkaitan dengan jenis kelamin.
7.1.5.13 penurunan
nomina denga isme, -(is)asi, -logi dan –tas
Penambahan tersebut
berasal dari bahasa asing yang juga dianggap layak diterapkan pada kata dasar
bahasa Indonesia.
7.1.5.14 perulangan
nomina
Perulangan nomina
adalah penurunan kata dengan perulangan baik secara utuh maupun sebagian.
7.1.5.15 pemajemukan
nomina dan idiom
Perbedaan nomina
majemuk dan nomina idiom salah stunya adalah nomina majemuk dapat ditelusuri
secara lansung dari kata-kata yang digabungkan sedangkan nomina idiom memunculkan
makna baru yang tidak dapat ditelusuri secara lansung dari kata-kata yang
digabungkan.
7.1.5.15.1
nomina majemuk dasar
Nomina majemuk dasar
adalah nomina majemuk yang komponenny terdiri dari kata dasar.
7.1.5.15.2
nomina majemuk berafiks
Nomina majemuk berafiks
merupakan majemuk yang sala satu atau kedua komponennya berafiks.
7.1.5.15.3
nomina majemuk dari bentuk bebas dan bentuk terikat
Bentuk bebas adalah
unsurnya dapat berdiri sendiri sedangkan makna terikat adalah kebalikannya.
7.1.5.15.4
nomina majemuk setara
Nnomina majemuk setara
adalah nomina majemuk yang kedua komponennya memiliki kedudukan yang sama.
7.1.5.15.5
nomina majemuk bertingkat
Nomina majemuk
bertingkat adalah nomina majemuk yang salah satu komponennya berfungsi sebagai induk
sedangkan komponen lainnya pewatas.
7.1.6
Frasa nominal
Frasa nominal adalah
sebuah nomina yang dapat diperluas kekanan dan kiri.
7.2
PRONOMINA
7.2.1
batasan dan cirri pronominal
Pronomina dapat
menduduki posisi subjek,objek dan dalam kalimat tertentu predikat
7.2.2
pronomina persona
Pronomina persona
adalah pronominal yang dipakai untuk mengacu pada orang.
7.2.2.1 persona pertama
Yang termasuk persona
pertama tunggal bahasa Indonesia adalah aku, saya dan daku
7.2.2.2 persona kedua
Persona kedua berwujud
kamu,engkau, anda dan dikau
7.2.2.3 persona ketiga
Persona ketiga terdiri
dari dia, mereka dan beliau.
7.2.2.4 nomina penyapa
dan pengacu sebagai pengganti pronominal persona
Empat factor yang
mempengaruhi perbedaan nomina penyapa diberbagai daerah, yaitu letak geografis,
bahasa daerah, lingkungan social dan budaya bangsa.
7.2.3
Pronomina Penunjuk
Ada tiga macam
pronominal penunjuk dalam bahasa Indonesia yaitu penunjuk umum, tempat dan
ihwal.
7.2.3.1 Pronomina
Penunjuk Umum
Pronomina penunjuk umum
adalah itu, ini dan anu.
7.2.3.2 Pronomina Penunjuk Tempat
Pronomina penunjuk
tempat adalah sini, situ atau sana.
7.2.3.3 Pronomina Penanya
Pronomina penanya
adalah pronominal yang dipakai sebagai pemarkah pertanyaan.
7.2.3.3.1
apa dan siapa
Apa mempunyai dua peran
berbeda yaitu mengubah kalimat berita menjadi kalimat tanya dan menggantikan
barang yang ditanyakan.
Siapa berfungsi
menggantikan objek tanpa mengubah urutan kata dan menggantikan subjek serta
menduduki posisi awal kalimat sebagai predikat.
7.2.3.3.2
mana
Umumnya Promina mana
digunakan untuk menanyakan suatu pilihan tentang orang , barang atau hal.
7.2.3.3.3
mengapa dan kenapa
Mengapa dan kenapa
mempunyai makna yang sama yakni
menanyakan sebab terjadinya sesuatu.
7.2.3.3.4
kapan dan bila(mana)
Kapan dan bila (mana)
digunakan untuk menanyakan waktu tejadinya suatu peristiwa.
7.2.3.3.5
bagaimana
Bagaimana digunakan
untuk menanyakan kedaan sesustu atau cara melakukan perbuatan.
7.2.3.3.6
Berapa
Dipakai untuk menanyakan
bilangan atau jumlah.
7.2.3.3.8
Gabungan Preposisi Dan Kata Tanya
Selain kata Tanya, ada
frasa Tanya yang terdiri atas preposisi yang pemakainnya ditentukan oleh arti
masing-masing dan tempatnya dalam kalimat.
7.2.3.3.8
Kata Saja Dan Implikasi Kejamakan
Untuk memberikan
implikasi kejamakan kata Tanya harus diikuti oleh kata saja.
7.2.3.3.9
Kata Saja Dan Implikasi Ketidaktentuan
Frasa Tanya bisa tidak
berfungsi apabila dipakai dalam kalimat berita, maknanya ktidaktentuan.
7.2.3.3.10
Reduplikasi Apa, Siapa Dan Mana
Apa, siapa dan mana
dapat diulang untuk menyatakan ketidaktentuan dan biasanya dipakai dalm kalimat
berita negatif.
7.2.4 Frasa Pronomial
Farasa pronominal
adalah sebagai penambahan numeralia kolektif, penambahan kata petunjuk, penambahan
kata sendiri, penambahan klausa dengan yang dan penambahan frasa nominal yang
berfungsi apositif.
7.3
NUMERALIA
Numeralia atau kata
bilangan adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya maujud(orang,
binatang, atau barang) dan konsep.
7.3.1
Numeralia Pokok
Numeralia pokok adalah
bilangan dasar yang menjadi sumber dari bilangan-bilangan yang lain.
7.3.1.1 Numeralia Pokok
Tentu
Numeralia pokok tentu
mengacu pada bilangan pokok
7.3.1.2 Numeralia Pokok
Kolektif
Numerallia pokok
kolektif di bentuk dengan prefiks ke- yang di tempatkan di muka nomina yang
diterangkan
7.3.1.3 Numeralia Pokok
Distributif
Numeralia pokok
distributif dapat di bentuk dengan cara mengulang kata bilangan
7.3.1.4 Numeralia Pokok
Tak Tentu
Numeralia pokok tak
tentu dapat mengacu pada jumlah yang tidak pasti dan sebagian besar numeralia
ini tidak dapat menjadi jawaban atas pertanyaan yang memakai kata Tanya berapa
7.3.1.5 Numeralia Pokok
Klitika
7.3.1.6 Numeralia Ukuran
7.3.2 Numeralia tingkat
7.3.3
Numeralia Pecahan
Tiap bilangan pokok yang dapat dipecah menjadi bagian yang lebih
kecil dinamakan numeralia pecahan
7.3.4 Frasa Nmeralia
7.4
PENGGOLONG NOMINA: ORANG, BUAH, EKOR
BAB
VIII. KATA TUGAS
8.1
BATASAN DAN CIRI KATA TUGAS
Ciri tugas adalah bahwa
hamper semuanya tidak dapat menjadi dasar untuk membentuk kata lain
8.2.1.2 Preposisi
Gabungan
Preposisi gabungan
terdiri atas dua preposisi yang berdampingan dan dua preposisi yang
berkorelasi.
8.2.1.2.1
Preposisi yang Berdampingan
Preposisi gabungan
jenis pertama terdiri atas dua preposisi yang letaknya berurutan
8.2.1.2.2
Preposisi yang Berkorelasi
Preposisi gabungan
jenis kedua terdiri atas dua unsur yang di pakai berpasangan, tetapi terpisah
oleh kata atau frasa lain.
8.2.1.2.3
Preposisi dan Nomina Lokatif
8.2.1.3 Peran Semantis
Preposisi
Peran semantis preposisi yang lazim dalam
bahasa Indonesia adalah sebagai penanda hubungan tempat, peruntukan, sebab, kesertaan
atau cara, pelaku, waktu, ihwal(peristiwa) dan milik.
8.2.2
Konjungtor
Konjungtor adalah kata
tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat.
8.2.2.1 Konjungtor Koordinatif
konjungtor koordinatif
adalah Konjungtor yang menghubungkan dua atau lebih memiliki status sama.
8.2.2.2 Konjungtor
Korelatif
Konjugtor korelatif
adalah konjungtor yang menghubungkan dua kata, frasa, atau klausa yang memiliki
status sintaksis sama
8.2.2.3 Konjungtor Subordinatif
Konjungtor subordinatif
adalah konjungtor yang menghubungkan dua klausa, atau lebih dan klausa itu
tidak memiliki status sintaksis yang sama.
8.2.2.4 Konjungtor
Antarkalimat
Konjungtor antarkalimat
menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain
8.3
INTERJEKSI
Interjeksi atau kata
seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati pembicara
8.4
ARTIKULA
Artikula adalah kata
tugas yang membatasi makna nomina
8.4.1
Artikula yang Bersifat Gelar
Artikula yang bersifat
gelar pada umumnya bertalian dengan orang atau hal yang di anggap bermartabat
8.4.2
Artikula yang Mengacu Ke Makna Kelompok atau Makna Kolektif Adalah Para.
8.4.3
Artikula yang Menominalkan
Artikulasi yang
menominalkan mengacu ke makna tunggal atau generik, bergantung pada konteks
kalimatnya
8.5
PARTIKEL PENEGAS
Kategori partikel
penegas meliputi kata yang tidak
tertakluk pada perubahan bentuk dan hanya berfungsi menampilkan unsur yang
diiringinya.
8.5.1
Partikel –kah
Partikel –kah yang berbentuk klitika dan bersifat
manasuka dapat mengaskan kalimat introgatif.
8.5.2
Partikel –lah
Partikel –lah yang juga berbentuk klitika dipakai
dalam kalimat imperative atau kalimat deklaratif
8.5.4
Partikel –tah
Partikel –tah yang juga berbentuk klitika dipakai
dalam kalimat introgatif tetapi si penanya sebenarnya tidak mengharapkan
jawaban.
8.5.3
Partikel pun
Partikel pun hanya di pakai dalam kalimat
deklaratif dan dalam bentuk tulisan dipisahkan dari kata dimukanya
BAB
IX. KALIMAT
9.1
BATASAN DAN CIRI-CIRI KALIMAT
Kalimat adalah satuan
bahasa terkecil dalam wujud lisan dan tulisan yang mengungkapkan pikiran yang
utuh. Salah satu cirinya adalah biasanya diakhiri tanda titik (.) atau tanda
tanya (?).
9.2
BAGIAN-BAGIAN KALIMAT
Dari segi bentuknya
kalimat adalah kontruksi sintaksis terbesar.
9.2.1
Kalimat dan Klausa
Baik kalimat maupun
klausa biasanya mengandung unsure predikasi
9.2.2
Konstituen Kalimat
Kelompok kata yang
menjadi unsure kalimat dapat dipandang sebagai suatu konsruksi. Satuan-satuan
yang membentuk suatu kontruksi disebut konstituen konstruksi.
9.2.3
Unsur Wajib Dan Unsur Tak Wajib
Unsure wajib itu
terdiri atas konstituen kalimat yang tidak dapat dihilangkan, sedangkan unsure
tak wajib teriri atas konstituen kalimat yang dapat dihilangkan
9.2.4
Keserasian Unsur-Unsur Kalimat
Keserasian unsur
kalimat meliputi keserasian makna dan keserasian bentuk.
9.2.4.1 Keserasian
Makna
Kalimat yang sesuai
dengan kenyataan
9.2.4.1 Keserasian
Bentuk
Keserasian bentuk pada
nomina dan Promina dan dalam batas tertentu antara nomina dan verba
9.3
STRUKTUR KALIMAT
Kalimat dasar terdiri
atas satu klausa, unsurnya lengkap, susunan unsur-unsurnya menurut urutan yang
paling umum dan tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran.
9.3.1
Bentuk,
Kategori, Fungsi, Peran
Kategori kata yaitu verba(adjektiva, adverbial,
nomina) dan Preposisi(konjuktor, interjeksi, partikel)
Suatu bentuk kata dapat
mempunyai keanggotaan rangkap dalam arti kata termasuk dalam dua kategori atau
lebih.
Fungsi merupakan suatu
tempat dalam struktur kalimat dalam unsur pengisi berupa bentuk(bahasa) yang
tergolong dalam kategori tertentu dan mempunyai peran semantik tertentu pula.
9.3.2
Pola Kalimat Dasar
S+P+O+pel+Ket
9.3.3
Kalimat Dasar dan Konstituennya
Komplementasi adalah
konstituen objek, pelengkap, keterangan wajib.
9.3.4
Pola Kalimat Topik Komen
Terdiri atas topic yang
merupakan pokok pembicaraan dan komen yang member penjelasan terhadap pokok
tersebut.
9.4
FUNGSI SINTAKSIS UNSUR-UNSUR KALIMAT
9.4.1
Fungsi Predikat
Predikat merupakan
konstituen pokok yang disertai konstituen subjek disebelah kiri dan jika ada
konstituen objek pelengkap atau ada ketentuan keterangan wajib diseblah kanan.
9.4.2
Fungsi Subjek
Subjek merupakan fungsi
sintaksis terpenting yang ke dua setelah predikat.
9.4.3
Fungsi Objek
Objek adalah konstituen
kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat berupa verba transitif pada
kalimat aktif dan dapat dikenali dengan memperhatikan jenis predikat yang dilengkapinya.
9.4.4
Fungsi Pelengkap
Digunakan untuk
menjelaskan suatu kejadian
9.4.5
Fungsi Keterangan
Makna keterangan
ditentukan oleh perpaduan unsure-unsur maknanya
9.4.6
Interpretasi Ganda
9.4.6.1 Frasa
Preposisional Sebagai Predikat
9.4.6.2 Frasa Verbal
Sebagai Subjek
Frasa verbal menduduki
posisi subjek dan berasal dari kalimat
yang lebih lengkap
9.5
PERAN SEMANTIS UNSUR KALIMAT
Kalimat memberikan suatu peristiwa atau keadaan yang
melibatkan satu peserta atau lebih dengan peran semantic yang berbeda-beda
9.5.1
Pelaku
Pelaku adalah peserta
yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat
9.5.2
Sasaran
Sasaran adalah peserta
yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat.
9.5.3
Pengalam
Pengalam adalah peserta
yang mengalami keadaan yang dinyatakan predikat
9.5.4
Peruntung
Peruntung adalah unsur
yang diruntung dari keadaan yang dinyatakan oleh predikat.
9.5.5
Atribut
9.5.6
Peran Semantis Keterangan
Peran semantic pada
dasarnya sesuai dengan sifat kodrati dari nomina yang ada pada keterangan
tersebut
9.6
JENIS KALIMAT
Jenis kalimat dapat di
tinjau dari sudut jumlah klausanya untuk sintaksis, kelengkapan unsure nya,
susunan objek dan kalimatnya.
9.6.1
Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah
kalimat yang terdiri atas satu klausa
9.6.1.1 Kalimat
Berpredikat Verbal
9.6.1.1.1
Kalimat Tak Transitif
Kalimat tak transitif
adalah kalimat tak berobjek dan tak berpelengkap
9.6.1.1.2
Kalimat Ekatransitif
Yaitu kalimat yang di
golongkan pada verba ekatransitif
9.6.1.1.3
Kalimat Dwitransitif
Kalimat yang selaras
dengan macam verba yang menjadi predikatnya yang mempunyai objek dan pelengkap
9.6.1.1.4
Kalimat Pasif
Aktif dan pasif dalam
kalimat menyangkut macam verba yang menjadi predikat, subjek dan objek, bentuk
verba yang di pakai.
9.6.1.2 Kalimat
Berpredikat Adjektival
Kalimat yang
berpredikat adjektival
9.6.1.3 Kalimat
Berpredikat Nominal
Kalimat yang terdiri
dari nomina atau frasa nominal
9.6.1.4 Kalimat
Berpredikat Numeral
Kalimat yang terdiri
atas kata bilangan tak tentu banyak dan sedikit tidak dapat diikuti kata
penggolong
9.6.1.5 Kalimat
Berpredikat Frasa Preposisional
9.6.2
Kalimat Dilihat dari Bentuk dari Sintaksis
9.6.2.1 Kalimat
Deklaratif
Kalimat deklaratif
digunakan oleh pembicara atau penulis untuk membuat pernyataan.
9.6.2.2 Kalimat
Imperative
Kalimat yang terdiri
atas verbal dasar atau frasa proposisonal yang sifatnya tak transitif.
9.6.2.2.1
Kalimat Imperative Tak Transitif
Yaitu kalimat yang
dibentuk dari kalimat deklaratif yang dapat berpredikat verba dasar frasa
adjektifal dan frasa verbal ataupun frasa preposisional
9.6.2.2.2 kalimat
imperative transitif
Yaitu yang berpredikat
verba transitif mirip kengan konstruksi kalimat deklaratif pasif
9.6.2.2.3
Kalimat Imperative Halus
Yaitu kalimat yang
memakai sejumlah kata untuk menghaluskan isi kalimat
9.6.2.2.4
Kalimat Imperative Permintaan
Kalimat yang
mengungkapkan permintaan
9.6.2.2.5
Kalimat Imperative Ajakan Dan Harapan
Kalimat ajakan dan
harapan yang di mulai dengan kata-kata pengharapan atau ajakan
9.6.2.2.6
Kalimat Imperative Larangan
Kalimat yang
menggunakan kata-kata larangan
9.6.2.2.7
Kalimat Imperative Pembiaran
Yaitu kalimat yang
digunakan untuk menyuruh membiarkan supaya sesuatu terjadi.
9.6.2.3 Kalimat
Interogatif
Yaitu kalimat yang
menggunakan kata tanya
9.6.2.4 Kalimat
Eksklamatif
Kalimat yang digunakan
untuk mengunakan perasaan kagum atau heran
9.6.3
kalimat Tak Lengkap
Yaitu kalimat yang
tidak ada subjek atau predikat
9.6.4 Kalimat Inversi
9.7
PERLUASAN KALIMAT TUNGGAL
9.7.1
Keterangan
Keterangan adalah unsur
tak wajib,tanpa keterangan kalimat memiliki makna mandiri.
9.7.1.1 Keterangan
Waktu
Yaitu memberikan
informasi saat terjadinya suatu peristiwa
9.7.1.2 Keterangan
Tempat
Yaitu keterangan yang
menunjukkan tempat terjadinya peristiwa atau keadaan
9.7.1.3 Keterangan
Tujuan
Yaitu keterangan yang
menetukan arah, jurusan, atau maksud perbuatan atau kejadian
9.7.1.4 Keterangan Cara
Yaitu keterangan yang
menyatakan jalannya suatu peristiwa berlangsung
9.7.1.5 Keterangan
Penyerta
Yaitu keterangan yang
menyatakan ada tidaknya orang yang menyertai orang lain dalam melakukan suatu
perbuatan
9.7.1.6 Keterangan Alat
Yaitu keterangan yang
menyatakan ada tidaknya alat yang dipakai untuk melakukan suatu perbuatan
9.7.1.7 Keterangan
Pembanding
Yaitu keterangan yang
menyatakan kesetaraan antara satu keadan dengan yang lainnya.
9.7.1.8 Keterangan
Sebab
Yaitu keterangan yang
menyatakan sebab terjadinya suatu keadaan.
9.7.1.9 Keterangan
Kesalingan
Yaitu keterangan yang
menyatakan bahwa suatu perbuatan dilakukan secara berbalasan
9.7.2 nomina vokatif
Yaitu konstituen
tambahan dalam ujaran berupa nomina yang menyatakan orang yang disapa.
9.7.3
Aposisi
Unsur kalimat disebut
beraposisi jika kedua unsur itu sederajat.
9.8
PENGINGKARAN
Pengingkaran adalah
konstruksi yang mengungkapkan pertentangan makna kalimat.
9.8.1
Pengingkaran Kalimat
Dilakukan dengan
menambahkan kata ingkar yang sesuai di awal frasa predikatnya
9.8.2
Pengingkaran Bagian Kalimat
Kalimat dapat
diingkarkan dengan menempatkan kata ingkar yang sesuai di depan unsur yang di
ingkarkan itu.
9.8.3
Lingkup Pengingkaran
Kata ingkar seperti
tidak memiliki ruang lingkup pengingkaran yang berbeda-beda bergantung pada ada
tidaknya keterangan pada kalimat
BAB
X. HUBUNGAN ANTAR KLAUSA
10.2 HUBUNGAN
KOORDINASI DAN SUBORDINASI
10.2.1
Hubungan Koordinasi
Hubungan antar
kalusa-klausanya tidak menyangkut satuan yang berbentuk hirarki karenaa klausa
yang satu bukanlah konstituen dari kalusa yang lain
10.2.2
Hubungan Subordinasi
Klausa-klausa dalam
kalimat majemuk yang disusun dengan cara subordinasi tidak memiliki kedudukan
yang setara
10.3
CIRI-CIRI HUBUNGAN KOORDINASI DAN SUBORDINASI
10.3.1
ciri-ciri sintaksis hubungan koordinasi
a. hubungan koordinasi
menggabungkan dua klausa atau lebih
b. posisi klausa
diawali oleh koordinator dan atau dan tetapi tidak dapat diubah
c. urutan klausa yang
tetap dalam hubungan koordinasi berhubungan erat dengan pronominalisasi
d. sebuah coordinator
dapat dilalui oleh coordinator lain untuk memperjelas hubungan atar kedua
klausa yang dihubungkan
10.3.2
ciri-ciri sintksis hubungan subordinasi
a. subordinasi
menghubungkan dua klausa yang salah satu diantaranya merupakan bagian dari
klausa yang lain
b. posisi klausa
diawali oleh subordinator dapat berubah
c. hubungan
subordinatif memungkinkan adanya acuan kata foris
10.3.3
Ciri-Ciri Semantik Hubungan Koordinasi
yang di tentukan dari
macam koordinator yang dipakai makna leksikal ataupun gramatikal dari kata dan
kalusa yang dibentuk
10.3.4
Ciri-Ciri Semantik Hubungan Subordinasi
Pertama, klausa yang
mengikkuti suborninator memuat informasi atau pernyataan yang di anggap
sekunder oleh pemakai bahasa, sedangkan yang lain memuat pesan utama kalimat
tersebut. Kedua, anak kalimat yaang dihubungkan oleh subordinator umumnya dapat
diganti dengan kata atau frasa tertentu sesuai dengan makna anak kalimat
tersebut
10.4
HUBUNGAN SEMANTIS ANTAR KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK SETARA
Ditentukan oleh dua hal
yaitu arti koordinator dan arti klausa-klausa yang dihubungkan
10.4.1
Hubungan Penjumlahan
Yaitu hubungan yang
menyatakan penjumlahan atau gabungan kegiatan keadaan peristiwa atau proses
10.4.1.1 Penjumlahan yang
Menyatakan Sebab Akibat
Merupakan akibat dari
kalusa pertama
10.4.1.2 Penjumlahan yang
Menyatakan Urutan Waktu
penjumlahan yang
merupakan urutan dari peristiwa yang terjadi pada klausa pertama
10.4.1.3 Penjumlahan yang
Menyatkan Pertentangan
Menyatakan sesuatu yang
bertentangan dengan apa yang dinyatakan pada klausa pertama
10.4.1.4 penjumlahan
yang menyatakan perluasan
Yang memberikan
informasi atau penjelasan tambahan untuk melengkapi pernyataan pada klausa
pertama
10.4.2
Hubungan Perlawanan
Yaitu hubungan yang
menyatakan bahwa apa yang dinyatakan dalam klausa pertama berlawanan atua tidak
sama dengan apa yang dinyatakan dalma klausa kedua
10.4.2.1 Perlawanan Yang
Menyatakan Penguatan
Memuat informasi yang
menguatkan dan menandaskan informasi yang dinyatakan dalam klausa pertama
10.4.2.2 Perlawanan
Yang Menyatakan Implikasi
Kelausa kedua
menyatakan sesuatu yang merupakan perlawanan terhadap implikasi klausa pertama
10.4.2.3 Perlawanan
Yang Menyatakan Perluasan
Berlainan dengan
hubungan yang menyatakan hubungan perluasan pada kalimat majemuk setara yang
memakai dan, hubungan perluasan yang memakai tetapi menyatakan bahwa informasi
yang terkandung dalam klausa kedua hanya merupakan informasi tambahan untuk
melengkapi apa yang dinyatakan oelh kalusa pertama, kadang-kadang malah
memperlemahnya
10.4.3
Hubungan Pemilihan
Ialah hubungan yang
menyatakan pilihan diantara kdua kemungkinan atau lebih yang dinyatakan oleh
kalusa-klausa yang dihubungkan
10.5
HUBUNGAN SEMANTIS ANNTAR KALUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT
Ditentukan oleh macam
coordinator yang di pakai dan makna leksikal dari kata atau frasa dalam klausa
masing-masing
10.5.1
Hubungan Waktu
Menyatakan waktu terjadinya
peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa utama. Hubungan waktu itu
dapat dibedakan lagi menjadi
10.5.1.1 Waktu Batas
Permulaan
10.5.1.2 Waktu
Bersamaan
10.5.1.3 Waktu
Berurutan
10.5.1.4 Waktu Batas
Akhir
10.5.2
Hubungan Syarat
Terdapat dalam kalimat
yang klausa subordinatifnya menyatakan syarat terlaksananya apa yang disebut
dalam klausa utama
10.5.3 hubungan
pengandaian
Terdapat dalam kalimat
majemuk yang kalusa subordinatifnya menyatakan andaian terlaksananya apa yang
dinyatakan klausa utama
10.5.4
Hubungan Tujuan
Terdapat dalam kalimat
yang klausa subordinatifnya menyatakan suatu tujuan atau harapan dari apa yang
disebut dalam klausa utama
10.5.5
Hubungan Konsesif
Terdapat dalam kalimat
majemuk yang klausa subordinatifnya mengandung pernyataan yang tidak akan
mengubah apa yang dinyatakan dalam klausa utama
10.5.6
Hubungan Perbandingan
Terdapat dalma kalimat
majemuk yang klausa subordinatif nya menyatakan perbandingan, kemiripan, atau
periverensi antara apa yang dinyatakan pada klausa utama dengan yang dinyatakan
subordinatif
10.5.7
Hubungan Penyebaban
Terdapat dalam kalimat
dan klausa subordinatifnya menyatakan sebab atau alas an terjadinya apa yang
dinyatakan dalam klausa utama
10.5.8
Hubungan Hasil
Terdapat dalam kalimat
majemuk yang klausa subordinatifnya menyatakan hasil atau akibat dari apa yang
dinyatakan dalam klausa utama
10.5.9
Hubungan Cara
Terdapat dalam kalimat
yang kalusa subordinatifnya menyatakan cara pelaksanaan
10.5.10
Hubungan Alat
Yang menyatakan alat
yang di nyatakan oleh klausa utama
10.5.11
Hubungan Komplementasi
Kalusa subordinatif
melengkapi apa yang dinyatakan oleh verba klausa utama atua oleh nominasi
subjek baik dinyatakan maupun tidak
10.5.12
Hubungan Atributif
Ada dua macam hubungat
atributif antara lain
10.5.12.1 Hubungan
Atributif Restriptif
Yaitu klausa relative
mengatasi makna dari nomina yang diterangkan nya
10.5.12.2 Hubungan
Atribtif Tak Restriptif
Klausa subordinatif
yang tak restriptif hanyalah memberikan sekedar tambahan informasi pada nomina
yang diterangkannya
10.5.13
hubungan perbandingan
Terdapat dalam kalimat
majemuk bertingkat yang klausa subordinatif dan klausa utamanya mempunyai unsur
yang sama yang tarafnya sama atau berbeda
10.5.13.1 Hubungan
Ekuatif
Muncul bila hal atau
unsure pada klausa subordinatif dan klausa utama yang dibandingkan sama
tarafnya
10.5.13.2 Hubungan
Komparatif
Muncul bila hal atau
unsure pada klausa subordinatif dan klausa utama yang di perbandingkan berbeda
tarafnya
10.5.14
Hubungan Optatif
Terdapat dalam kalimat
majemuk bertingkat yang klausa utamanya menyatakan harapan agar apa yang
dinyatakan dalam klausa subordinatif dapat terjadi
10.6
PERLEPASAN
Penggabungan dua frasa baik
secara subordinatif maupn koordinatif dapat mengakibatkan terdapatnya dua
unsure yang sama dalam satu kalimat. Salah satu alat sintaksis untuk mengurangi
taraf redundasi adalah pelepasan
BAB
XI. WACANA
11.1
PENDAHULUAN
Wacana adalah rentetan
kalimat yang berkaitan yang menghubungkan profosion satu dengan profosion lain
yang membentuk kesatuan
11.2
KONTEKS WACANA
Konteks wacana terdiri
atas berbagai unsure seperti situasi pembicara, pendengar, waktu, tempat,
adegan, topic, peristiwa, bentuk amanat, kode dan saran
11.3
KOHESI DAN KOHERENSI
Kohesi merupakan
hubungan perkaitan antar proposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh
unsure-unsur gramatikal dan semantic dalam kalimat-kaliimat yang membentuk
wacana. Koherensi merupakan perkaitan antar proposisi tetapi perkaitan tersebut
tidak secara eksplisit atau nyata dapat dilihat pada kalimat-kalimat yang
mengungkapkannya
11.4
TOPIK, TEMA DAN JUDUL
Topik yakni proposisi
yang berwujud frasa atau kalimat yang menjadi inti pembicaraan atau pembahasan
Tema adalah inti
pembicaraan atau pembahasan yang bersifat abstrak
Tanpa judul, topic atau
tema yang di sajikan sebagai judul, pembaca akan bertanya-tanya tentang apa
yang di bicarakan oleh penulis
11.5
REFERENSI DAN INVERENSI KEWACANAAN
Referensi atau
pengacuan yang digunakan dalam wacana harus jelas. Inverensei adalah proses
yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang
secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh pembaca atau
penilis
11.6
SKEMATA: REPRESENTASI PENGETAHUAN
11.6.1
Pengertian Skhemata
Skemata ialah teori
tentang pengetahuan, tentang bagaimana pengetahuan disajikan, dan tentang
bagaimana sajian itu memberikan kemudahan dalam memahami pengetahuan itu
11.6.2
Skema Sebagai Pentas
Struktur interen suatu
skema pada dasarnya sesuai dengan naskah suatu pentas.
11.6.3
Struktur Pengendalian Skemata
Tujuan dari pengandalian skemata untuk memperoleh
konfigurasi schemata yang memadai dan menilai kecocokan atau kesesuaian
11.6.4
Skemata Sebagai Pemahaman Wacana
Proses pemahaman wacana
ialah proses yang menemukan konfigurasi skemata yang menawarkan uraian yang
memadai tentang bacaan yang bersangkutan
KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN BUKU
Dalam penulisan sebuah buku tentu ada kelebihan dan
kekurangan baik penulis maupun penerbit. Adapun kelebihan buku ini, yaitu
menyajikan tentang tata baku bahasa Indonesia yang lengkap mulai dari satuan
terkecil hingga yang paling besar sehingga sangat bagus untuk dijadikan
referensi dalam pembelajaran.
dibalik kekurangannya buku ini mempunyai banyak
kekurangan, diantaranya banyak kesalahan dalam pengetikan, banyak paragraf
campuran sehingga pembaca sulit menemukan gagasan utama/ide pokok paragraf
tersebut, bahasa yang digunakan sulit dipahami dan bertele-tele sehingga
kalimat-kalimat yang dipaparkan sulit dimengerti dan penjelasan sub bab ada
yang tidak berkaitan dengan judul sub babnya.
Buku yang ditulis oleh Hasan Alwi dkk ini lengkap dan
bagus untuk dijadikan referensi, tetapi menurut saya buku ini terlalu tebal dan
monoton dengan tulisan saja sehingga kurang menarik untuk dibaca dan berat jika
ingin membawanya kemana-mana. Akan lebih efektif jika ada laporan bacaan,sinopsis
atau resensi buku agar pembaca lebih mudah mengetahui inti sari buku ini dan
bisa juga dengan menguraikan satu bab satu buku agar pembahasannya lebih
mendalam dan pembacapun tidak dipengaruhi oleh ketakutan akan tebalnya buku.
Dengan adanya laporan
bacaan yang singkat dan jelas ini, masyarakat dapat mengetahui inti sari dari
buku Tata Baku Bahasa Indonesia dalam waktu yang singkat dan efisien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar